PEN PERAKAM KULIAH...?????

Wednesday, January 26, 2011

TUJUAN DAN ADAB BERDOA

TUJUAN DAN ADAB BERDOA
Setiap doa yang hendak dibaca hendaklah mempunyai sifat dan tujuan yang
baik. Doa yang diucapkan sebaik-baik hendaklah dalam keadaan dan cara

seperti berikut:
Mengetahui tujuan berdoa atau apa yang hendak dipohon dari Allah SWT
Doa dibaca dengan betul dan tepat sebutan mahrajnya
Doa dibaca dengan suara yang jelas dan sederhana (tidak terlalu laju)
Doa dibaca dengan nada suara yang sesuai (tidak terlalu kuat dan

sebaliknya)
Doa dibaca dengan rasa penuh khusyuk dan tawaduk kepada Allah SWT
Merasa yakin dan ikhlas bahawa apa yang dipohon akan dimakbulkan oleh
Allah SWT


TATA KESOPANAN DIDALAM BERDO’AAda sepuluh yaitu :
1. Mengamati waktu-waktu yang mulia bagi do’anya seperti hari Arafah, Ramadhan,hari Jum’at dan waktu sahur
2. Mempergunakan kesempatan pada keadaan-keadaan yang mulia.Abu Hurairah ra berkata:“
Sesungguhnya pintu-pintu langit dibuka ketika berdesakan shaf (barisan) dijalanAllah Ta’ala, ketika turunnya hujan, dan ketika didirikannya shalat fardhu, makapergunakanlah untuk berdo’a kepadanya!
”“
Doa’ antara adzan dan iqamat itu tidak tertolak
” (HR An Nasa’i dan At Tirmidzi)
“Orang yang berpuasa itu do’anya tidak tertolak
” (HR At Trimidzi dan HR IbnuMajah)
“Sedekat-dekat keadaan hamba kepada Tuhannya ‘Azza wa Jalla adalah ketika iasedang bersujud, maka perbanyaklah doa padanya”
(HR Muslim)
3. Hendaklah berdo’a dengan menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannyadengan sekira-kira tampak putih kedua ketiaknya. Rasulullah tidak mengangkatpandangannya ke langit ketika berdoa
4. Melunakkan suara antara menyembunyikan dan mengeraskan
“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut”
(QS.Al Israa’ : 55)
5. Sebaiknya tidak membebankan diri dengan bersajak dalam do’a
6. Merendahkan diri, khusyu’, gemar dan takut, Allah Ta’ala berfirman:“…
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalammengerjakan perbuatan baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dancemas”
(QS. Al Anbiyaa’ : 90)
7. Mengokohkan do’a, yakin akan diperkenankan dan ia membenarkan harapannyapada do’anya. Rasulullah SAW bersabda:
“Janganlah salah seorang diantaramu apabila berdo’a mengucapkan “WahaiAllah ampunilah saya jika Engkau mau, Wahai Allah sayangilah saya jika Engkaumau”, namun agar ia mengokohkan permohonan itu, maka sesungguhnya tidak adasesuatu yang memaksa bagi-Nya”
(Muttafaq’alaih dari hadits Abu Hurairah)
8. Bersungguh-sungguh dalam berdo’a dan mengulanginya tiga kali
“Diperkenankan bagi salah seorang diantara kamu selama ia tidak tergesa-gesa,lalu ia mengatakan: “Saya telah berdoa, namun tidak diperkenankan bagiku”

Apabila kamu berdo’a maka mohonlah kepada Allah banyak-banyak, karenasesungguhnya Engkau berdoa’a kepada Dzat yang Maha Pemurah”
(Muttafaq’alaih dari hadits Abu Hurairah)
9. Hendaklah ia memulai do’a dengan menyebut Allah ‘Azza wa Jalla, maka janganlahmemulai dengan permohonan. Salmah bin Akwa’ berkata: “Saya tidak mendengar Rasulullah SAW memulai do’anya kecuali beliau membukanya dengan ucapan:
Subhaana rabbiyal ‘aliyyil ‘a’lal wahhaabi
(HR. Ahmad Al Hakim)
“Apabila kamu mohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla akan suatu hajat (kebutuhan)maka mulailah dengan membaca shalawat atasku karena sesungguhnya AllahTa’ala itu Maha Pemurah dari diminta dua kebutuhan lalu Dia menunaikan salahsatunya dan menolak yang lain”
(HR Abu Thalib Al Maliki)
10. Adab batin yang merupakan pokok dalam memperkenankan do’a adalah taubat,mengembalikan kezaliman dan menghadap kepada Allah Ta’ala dengan cita-citayang sebenarnya
Dikutip dari :
IHYA’ ULUMIDDIN
jilid II karya Imam Al-Ghazali,terbitan Asy-Syifa’, Semarang, 1990

Monday, January 24, 2011

doa itu ibadah

Di dalam kesibukan menjalankan pekerjaan harian, kita kadangkala terasa payah melakukan sesuatu. Bagaimanapun, kita selalu terlupa Allah subhana wa ta'ala berada di samping kita dan telah berjanji akan memudahkan hidup kita jika kita memintanya. Di dalam surah Al-Mukmin ayat 60, Allah menjelaskan:


Berdoalah kepada Ku, nescaya akan Ku perkenankan bagimu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina!


Doa Harian ini adalah himpunan doa-doa yang mudah tetapi penting di dalam pekerjaan dan amalan seharian kita, sebagaimana yang pernah dilazimkan oleh Nabi Muhammad s.a.w semasa hayat baginda.

Oleh kerana semua bacaan doa dan zikir tersebut dalam Bahasa Arab, maka disarankan kepada pembaca agar mempelajari bacaan teks doa atau zikir daripada orang yang boleh atau memahami bahasa arab agar setiap kalimat yang dibaca betul dari segi bacaan dan maknanya kerana apabila bacaan berubah, maka ertinya juga akan berubah. Kalimat bahasa arab juga adakalanya tidak dapat diterjemahkan ertinya dengan sepenuhnya kerana Nabi Muhammad s.a.w telah diberi kelebihan oleh Allah dengan "Jawami Al-Kalim" iaitu ucapan yang panjang dan mendalam. Adapun terjemahan setiap doa dan zikir hanyalah sebagai bantuan untuk memahami erti setiap bacaan agar menambahkan rasa khusyuk sewaktu membacanya.

Doa dalam bahasa arab, berasal dari kata ( دَعَا - يَدْعُو - دَعْوَة ) yang bererti, memanggil, memohon atau meminta. Orang yang berdoa ertinya orang yang mengajukan permohonan kepada Allah tentang kebaikan diri, keluarga dan harta benda,urusan dunia, agama dan akhirat. Meminta turunnya rahmat dan terhindar dari bencana.

Di dalam Al-Quran kata-kata doa banyak kita temukan dalam beberapa ayat dan surah, mempunyai beberapa erti yang berbeza kandungan dan makna dari ayat-ayatnya dengan perbezaan susunan kalimat-kalimatnya pula.

Umpamanya:

a. Doa yang bererti ibadah atau menyembah. Sebagaimana firman Allah:

Dan jangan kamu berdoa (menyembah) selain Allah, sesuatu yang tidak memberi manfaat dan mudharat kepadamu...
(Surah Yunus ayat 106)

b. Doa yang bererti Istighathah (meminta tolong). Seperti Firman Allah:

...dan minta tolonglah kepada saksi-saksimu (sekutu-sekutumu) selain Allah jika kamu orang-orang yang benar.
(Surah Al-Baqarah ayat 23)

c. Doa yang bererti As-Sual (memohon), Seperti Firman Allah:

...mintalah kepadaKu, akan Ku perkenankan pintamu...
(Surah Al-Mukmin ayat 60)


d. Doa yang bererti An-Nidaa' (panggilan). Seperti Firman Allah:

Iaitu pada hari DIa memanggil kamu...
(Surah Al-Isra' ayat 52)


e. Doa yang bererti Ath-Thana' (pujian). Seperti Firman Allah:

Katakanlah Pujilah Allah atau Pujilah Ar-Rahman...
(Surah Al-Isra' ayat 110)


f. Doa yang bererti Al-Qaul (ucapan). Seperti Firman Allah:

Ucapan mereka di dalamnya ialah: Maha Suci Ya Allah...
(Surah Yunus ayat 10)

Friday, January 21, 2011

Tips Agar Hidup Banyak Rezeki dan Penuh Berkah

Kaya dan Bahagia,
Apakah Anda sudah puas dengan keadaan hidup saat ini? Apakah keinginan Anda sudah terpenuhi? Apakah anda sudah bisa membahagian semua orang yang pernah berjasa kepada Anda? Apakah anda sudah jadi orang yang istimewa dan diistimewakan seisi rumah Anda, masyarakat sekitar dan orang-orang yang mengenal anda?



Jika anda belum puas dan belum mencapai apa yang anda dambakan. Jika anda siap belajar dari orang sukses. Jika anda terbuka untuk menerima masukan orang lain. Jika anda siap untuk bersabar dan istikomah. Jika anda siap bersinergi dalam kebaikan. Sesungguhnya sudah cukup untuk memulai menerima dan meraih pancarahan cahaya kebaikan dan kebenaran Allah SWT. Maka marilah kita ikuti langkah-langkah sukses berikut ini. Bismillahirrahmanirrahim


Pertama : Mensyukuri Segala Nikmat

Tiada kenikmatan, apapun wujudnya yang dirasakan menusia, melainkan datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Atas dasar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan manusia untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya. Dengan cara senantiasa mengingat bahwasanya kenikmatan tersebut datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, diteruskan mengucapkan hamdalah, dan selanjutnya menafkahkan sebagai kekayaannya di jalan-jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seseorang yang telah mendapatkan taufik untuk bersyukur, ia akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya, sehingga Allah akan senantiasa melipatgandakan kenikmatan baginya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Dan ingatlah tatkala Rabbmu mengumandangkan : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” [Ibrahim : 7]

Pada ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur demi (kebaikan) dirinya sendiri” [An-Naml : 40]

Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata :”Manfaat bersyukur tidak akan dirasakan, kecuali oleh pelakunya sendiri. Dengan itu, ia berhak mendapatkan kesempurnaan dari nikmat yang telah ia dapatkan, dan nikmat tersebut akan kekal dan bertambah. Sebagaimana syukur, juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah didapat serta menggapai kenikmatan yang belum dicapai” [8]

Sebagai contoh nyata, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan) : “Makanlah olehmu dari rizki yang (dianugrahkan) Rabbmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsel (cemara) dan pohon bidara” [Saba : 15-16]

Tatkala bangsa Saba’ masih dalam keadaan makmur dan tenteram, Allah subhanahu wa Ta’ala hanya memerintahkan kepada mereka agar bersyukur. Ini menunjukkan, dengan bersyukur, mereka dapat menjaga kenikmatan dari bencana, dan mendatangkan kenikmatan lain yang belum pernah mereka dapatkan.

Kedua : Membayar Zakat (Sedekah)

Zakat, baik zakat wajib maupun sunnah (sedekah), merupakan salah satu amalan yang menjadi faktor yang dapat menyebabkan turunnya keberkahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” [Al-Baqarah : 276]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Tiada pagi hari, melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berkata (berdo’a) : “Ya Allah, berilah pengganti bagi orang yang berinfak”, sedangkan yang lain berdo’a :”Ya Allah, timpakanlah kepada orang yang kikir (tidak berinfak) kehancuran” [Muttafaqun alaih]

Ketiga : Bekerja Mencari Rizki Dengan Hati Qona’ah, Tidak Dipenuhi Ambisi dan Tidak Serakah

Sifat qona’ah dan lapang dada dengan pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan kekayaan yang tidak ada bandingannya. Dengan jiwa yang dipenuhi dengan qona’ah, dan keridhaan dengan segala rizki yang Allah turunkan untuknya, maka keberkahan akan datang kepadanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dengan rizki yang telah Ia berikan kepadanya. Barangsiapa yang ridha dengan pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barangsiapa yang tidak ridha (tidak puas), niscaya rizkinya tidak akan diberkahi” [HR Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani]

Al-Munawi rahimahullah menyebutkan : “Penyakit ini (yaitu tidak puas dengan apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya, pent) banyak dijumpai pada pemuja dunia. Hingga engkau temui salah seorang dari mereka meremehkan rizki yang telah dikaruniakan untuknya ; merasa hartanya sedikit, buruk, serta terpana dengan rizki orang lain dan menganggapnya lebih bagus dan banyak. Oleh karena itu, ia akan senantiasa membanting tulang untuk menambah hartanya , sampai umurnya habis, kekuatannya sirna ; dan ia pun menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang digapainya dan rasa letih. Dengan itu, ia telah menyiksa tubuhnya, menghitamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal, ia tidak akan memperoleh selain apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya, ia meninggal dunia dalam keadaan pailit. Dia tidak mensyukuri yang telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan” [9]

Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga kehormatan agama dan diri dalam setiap usaha yang ditempuhnya guna mencari rizki. Sehingga, seorang muslim tidak akan menempuh, melainkan jalan-jalan yang telah dihalalkan dan dengan telah menjaga kehormatan dirinya.

Keempat : Bertaubat Dari Segala Perbuatan Dosa

Sebagaimana perbuatan dosa menjadi salah satu penyebab terhalangnya rizki dari pelakunya, maka sebaliknya, taubat dan istighfar merupakan salah satu faktor yang dapat mendatangkan rizki dan keberkahannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Nabi Hud Alaihissallam bersama kaumnya.

“Dan (Hud berkata) : Hai kaumku, beristighfarlah kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yang sangat deras, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuta dosa” [Hud : 52]

Akibat kekufuran dan perbuatan dosa kaum ‘Ad –berdasarkan keterangan para ulama tafsir- mereka ditimpa kekeringan dan kemandulan, sehingga tidak seorang wanita pun yang bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu, Nabi Hud Alaihissallam memerintahkan mereka untuk bertaubat dan beristighfar. Sebab, dengan taubat dan istighfar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menurunkan hujan, dan mengaruniai mereka anak keturunan. [10]

Kelima : Menyambung Tali Silaturahmi

Di antara amal shalih yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, yaitu menyambung tali silaturrahim. Ini merupakan upaya menjalin hubungan baik dengan setiap orang yang akan terkait hubungan nasab dengan kita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan (atau diberkahi) rizkinya, atau ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia bersilaturrahim” [Muttafaqun ‘alaih]

Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya, ialah umurnya diberkahi, diberi taufiq untuk beramal shalih, mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang berguna bagi kehidupannya di akhirat, dan ia terjaga dari menyia-nyiakan waktunya dalam hal yang tidak berguna. Atau menjadikan nama harumnya senantiasa dikenang orang. Atau benar-benar umurnya ditambah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. [11]

Keenam : Mencari Rizki Dari Jalan Yang Halal.

Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta, ialah memperolehnya dengan jalan yang halal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Janganlah kamu merasa bahwa rizkimu datangnya terlambat. Karena sesunguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rizki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram” [HR Abdur-Razaq, Ibnu Hibbanm dan Al-Hakim]

Salah satu yang mempengaruhi keberkahan ini ialah praktek riba. Perbuatan riba termasuk faktor yang dapat menghapus keberkahan.

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” [Al-Baqarah : 276]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata :”Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan memusnahkan riba. Maksudnya, bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya, atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian, pemilik riba tidak mendapatkan manfaat dari harta ribanya. Bahkan dengan harta tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membinasakannya dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyiksanya akibat harta tersebut” [12]

Bila mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satu pun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.

Begitu pula dengan meminta-minta (mengemis) dalam mencari rizki, termasuk perbuatan yang diharamkan dan tidak mengandung keberkahan. Dalam salah satu hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dampak hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta.

“Tidaklah seseorang terus-menerus meminta-minta kepada orang lain, hingga kelak akan datang pada hari Kiamat, dalam keadaan tidak ada secuil daging pun melekat di wajahnya” [Muttafaqun alaih]


Ketujuh : Bekerja Saat Waktu Pagi.

Di antara jalan untuk meraih keberkahan dari Allah, ialah menanamkan semangat untuk hidup sehat dan produktif, serta menyingkirkan sifat malas sejauh-jaunya. Caranya, senantiasa memanfaatkan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hal-hal yang berguna dan mendatangkan kemaslahatan bagi hidup kita.

Termasuk waktu yang paling baik untuk memulai bekerja dan mencari rizki, ialah waktu pagi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanjatkan do’a keberkahan.

“Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]

Hikmah dikhususkannya waktu pagi dengan doa keberkahan, lantaran waktu pagi merupakan waktu dimulainya berbagai aktifitas manusia. Saat itu pula, seseorang merasakan semangat usai beristirahat di malam hari. Oleh karenanya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan keberkahan pada waktu pagi ini agar seluruh umatnya memperoleh bagian dari doa tersebut.

Sebagai penerapan langsung dari doa ini, bila mengutus pasukan perang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya di pagi hari, sehingga pasukan diberkahi dan mendapatkan pertolongan serta kemenangan.

Contoh lain dari keberkahan waktu pagi, ialah sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Shakhr Al-Ghamidi Radhiyallahu ‘anhu. Yaitu perawi hadits ini dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Shakhr bekerja sebagai pedagang. Usai mendengarkan hadits ini, ia pun menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang dagangannya kecuali di pagi hari. Dan benarlah, keberkahan Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat ia peroleh. Diriwayatkan, perniagaannya berhasil dan hartanya melimpah ruah. Dan berdasarkan hadits ini pula, sebagian ulama menyatakan, tidur pada pagi hari hukumnya makruh.

Masih banyak lagi amalan-amalan yang akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan seorang muslim. Apa yang telah saya paparkan di atas hanyalah sebagai contoh

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq dan keberkahan-Nya kepada kita semua. Dan semoga pemaparan singkat ini dapat berguna bagi saya pribadi dan setiap orang yang mendengar atau membacanya. Tak lupa, bila pemaparan diatas ada kesalahan, maka hal itu datang dari saya dan dari setan, sehingga saya beristighfar kepada Allah. Dan bila ada kebenaran, maka itu semua atas taufik dan inayah-Nya
Doa mudah bayar hutang – Al’Imran ayat 26, 27






Baca mulai dari “Allahumma malikal mulki”, tidak perlu sebut “qulillah”

1.png

[26] Katakanlah (wahai Muhammad): Wahai Tuhan yang mempunyai kuasa pemerintahan! Engkaulah yang memberi kuasa pemerintahan kepada sesiapa yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah yang mencabut kuasa pemerintahan dari sesiapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah juga yang memuliakan sesiapa yang Engkau kehendaki dan Engkaulah yang menghina sesiapa yang Engkau kehendaki. Dalam kekuasaan Engkaulah sahaja adanya segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.

[27] Engkaulah (wahai Tuhan) yang memasukkan waktu malam ke dalam waktu siang dan Engkaulah yang memasukkan waktu siang ke dalam waktu malam. Engkaulah juga yang mengeluarkan sesuatu yang hidup dari benda yang mati dan Engkaulah yang mengeluarkan benda yang mati dari sesuatu yang hidup. Engkau jualah yang memberi rezeki kepada sesiapa yang Engkau kehendaki, dengan tiada hitungan hisabnya.

Thursday, January 20, 2011

Romantiknya Rasulullah S.A.W

16 Safar 1432H.

Kisah-kisah rumahtangga, sebut-sebut pasal POLIGAMI, bincang-bincang suami lebih muda dari isteri dan pelbagai cerita serta tauladan yang dapat diambil marilah kita bersama-sama talaudani kisah ROMANTIK RASULULLAH SAW bersama isterinya.

Rasulullah SAW adalah contoh yang terbaik seorang suami yang mengamalkan sistem Poligami. Baginda romantik kepada kesemua isterinya. disebutkan satu
kisah pada suatu hari isteri-isteri baginda berkumpul dihadapan baginda lalu bertanya "siapakah diantara mereka (isteri-isteri) baginda yang paling disayangi".

Rasulullah SAW hanya tersenyum lalu berkata, "Saya akan beritahu kamu kemudian."

Selepas daripada pertemuan itu, Rasulullah telah memberikan setiap seorang daripada isteri-isteri baginda sebentuk cincin. Baginda berpesan supaya tidak memberitahu kepada isteri-isteri yang lain. Lalu suatu hari hari mereka berkumpul lagi dan bertanyakan soalan yang sama.

Rasulullah SAW lalu menjawab "Orang yang paling aku sayangi ialah yang kuberikan cincin kepadanya". Isteri-isteri baginda tersenyum puas kerana menyangka hanya diri mereka sahaja yang mendapat cincin dan merasakan bahawa diri mereka tidak terasing.

Tidak ketinggalan amalan-amalan lain yang boleh dilakukan untuk mendapat suasana romantik ini Rasulullah SAW ada bersabda yang bermaksud:

"Apabila pasangan suami isteri berpegangan tangan, dosa-dosa akan keluar melalui celah-celah jari mereka"

Rasulullah SAW selalu berpegangan tangan dengan Aisyah ketika di dalam rumah. Baginda acap kali memotong kuku isterinya, mandi junub bersama, dan mengajak salah seorang dari isteri baginda pergi musafir (mengikut undian) untuk menambahkan lagi kasih sayang di antara mereka.

Inilah serba sedikit kisah romantik Rasulullah SAW agar dapat kita tauladani dan praktikkan dalam kehidupan berumahtangga. Pada suami-suami yang budiman selepas ini peganglah tangan isteri anda setiap waktu, setiap masa dan setiap saat begitu juga pada isteri-isteri solehah peganglah tangan suami anda bagi menghapuskan segala dosa-dosa.

Pada yang belum berumahtangga tu cepat-cepatlah mendirikan rumahtangga kerana dengan perkahwinan itu boleh menjamin anda kesyurga.

"Ya Allah cantikkanlah akhlak ku seperti mana cantiknya akhlak Rasulullah SAW, tenangkanlah hati ku bagai tenangnya air di tasik, dan serikanlah wajahku bagai bercahayanya bulan purnama di hari berserinya wajah orang-orang beriman...

Sunday, January 16, 2011

DOA PENERANG HATI



DOA DIJAUHI DARI PENYAKIT

Berinteraksi dgn Jin

penulis Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Syariah Kajian Utama 04 - Mei - 2006 18:40:09

Jin memang diakui keberadaan dlm syariat. Sayang banyak masyarakat yg menyikapi dgn dibumbui klenik mistis. Bahkan belakangan tema jin dan alam ghaib menjadi salah satu komoditi yg menyesaki tayangan berbagai media.

Fenomena alam jin akhir-akhir ini menjadi topik yg ramai diperbincangkan dan hangat di bursa obrolan. Menggugah keinginan banyak orang utk mengetahui lbh jauh dan menyingkap tabir rahasia terlebih ketika mereka banyak disuguhi tayangan-tayangan televisi yg sok berbau alam ghaib. Lebih parah lagi pembahasan seputar itu tdk lepas dari pemahaman mistik yg menyesatkan dan membahayakan aqidah. Padahal alam ghaib jin dan sebagai merupakan perkara yg harus diimani keberadaan dgn benar.
Membahas topik seputar jin sendiri sejati sangatlah panjang. Sampai-sampai guru kami Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu mengatakan: “Bila ada seseorang yg menulis tentu akan keluar menjadi sebuah buku seperti Bulughul Maram atau Riyadhus Shalihin dilihat dari sisi klasifikasi yg muslim dan yg kafir penguasaan jin dan setan serta godaan-godaan terhadap Bani Adam.”

Keagamaan Kaum Jin
Jin tdk jauh berbeda dgn Bani Adam. Di antara mereka ada yg shalih dan ada pula yg rusak lagi jahat. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala menghikayatkan mereka:

وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ وَمِنَّا دُوْنَ ذَلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا

“Dan sesungguh di antara kami ada orang2 yg shalih dan di antara kami ada yg tdk demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yg berbeda-beda.”
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُوْنَ وَمِنَّا الْقَاسِطُوْنَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا

“Dan sesungguh di antara kami ada orang2 yg taat dan ada orang2 yg menyimpang dari kebenaran.”
Di antara mereka ada yg kafir jahat dan perusak ada yg bodoh ada yg sunni ada golongan Syi’ah serta ada juga golongan sufi.
Diriwayatkan dari Al-A’masy beliau berkata: “Jin pernah datang menemuiku lalu kutanya: ‘Makanan apa yg kalian sukai?’ Dia menjawab: ‘Nasi.’ mk kubawakan nasi untuk dan aku melihat sesuap nasi diangkat sedang aku tdk melihat siapa-siapa. Kemudian aku bertanya: ‘Adakah di tengah-tengah kalian para pengikut hawa nafsu seperti yg ada di tengah-tengah kami?’ Dia menjawab: ‘Ya.’
‘Bagaimana keadaan golongan Rafidhah yg ada di tengah kalian?” tanyaku. Dia menjawab: ‘Merekalah yg paling jelek di antara kami’.”
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Aku perlihatkan sanad riwayat ini pada guru kami Al-Hafizh Abul Hajjaj Al-Mizzi dan beliau mengatakan: ‘Sanad riwayat ini shahih sampai Al-A’masy’.”

Mendakwahi Jin
Dakwah memiliki kedudukan yg sangat agung. Dakwah merupakan bagian dari kewajiban yg paling penting yg diemban kaum muslimin secara umum dan para ulama secara lbh khusus. Dakwah merupakan jalan para rasul di mana mereka merupakan teladan dlm persoalan yg besar ini.
Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan para ulama utk menerangkan kebenaran dgn dalil dan menyeru manusia kepadanya. Sehingga keterangan itu dapat mengeluarkan mereka dari gelap kebodohan dan mendorong mereka utk melaksanakan urusan dunia dan agama sesuai dgn apa yg telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dakwah yg diemban Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adl dakwah yg universal tdk terbatas kepada kaum tertentu tetapi utk seluruh manusia. Bahkan kaum jin pun menjadi bagian dari sasaran dakwahnya.
Al-Qur`an telah mengabarkan kepada kita bahwa sekelompok kaum jin mendengarkan Al-Qur`an sebagaimana tertera dlm surat Al-Ahqaf ayat 29-32. Kemudian Allah menyuruh Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memberitahukan yg demikian itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا

“Katakanlah : ‘Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan Al-Qur`an lalu mereka berkata: ‘Sesungguh kami telah mendengarkan Al-Qur`an yg menakjubkan’” dan seterusnya.
Tujuan dari itu semua adl agar manusia mengetahui ihwal kaum jin bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada segenap manusia dan jin. Di dlm terdapat petunjuk bagi manusia dan jin serta apa yg wajib bagi mereka yakni beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Rasul-Nya dan hari akhir. Juga taat kepada Rasul-Nya dan larangan dari melakukan kesyirikan dgn jin.
Jika jin itu sebagai makhluk hidup berakal dan dibebani perintah dan larangan mk mereka akan mendapatkan pahala dan siksa. Bahkan krn Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun diutus kepada mereka mk wajib atas seorang muslim utk memberlakukan di tengah-tengah mereka seperti apa yg berlaku di tengah-tengah manusia berupa amar ma’ruf nahi mungkar dan berdakwah seperti yg telah disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Juga seperti yg telah diserukan dan dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas mereka. Bila mereka menyakiti mk hadapilah serangan seperti saat membendung serangan manusia.
Mendakwahi kaum jin tidaklah mengharuskan seseorang utk terjun menyelami seluk-beluk alam dan kehidupan mereka serta bergaul langsung dengannya. Karena semua ini tidaklah diperintahkan. Sebab lewat majelis-majelis ta’lim dan kegiatan dakwah lain yg dilakukan di tengah-tengah manusia berarti juga telah mendakwahi mereka.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu berkata: “Bisa jadi ada sebagian orang mengira bahwa para jin itu tdk menghadiri majelis-majelis ilmu. Ini adl sangkaan yg keliru. Padahal tdk ada yg dapat mencegah mereka utk menghadiri kecuali di antara ada yg mengganggu dan ada setan-setan.
Maka kita katakan:

وَقُلْ رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ. وَأَعُوْذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُوْنِ

“Ya Rabbku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung kepada Engkau ya Rabbku dari kedatangan mereka kepadaku.” (lihat Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)

Adakah Rasul dari Kalangan Jin?
Para ulama berselisih pendapat tentang masalah ini apakah dari kalangan jin ada rasul ataukah rasul itu hanya dari kalangan manusia? Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَامَعْشَرَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّوْنَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي وَيُنْذِرُوْنَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى أَنْفُسِنَا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِيْنَ

“Wahai golongan jin dan manusia apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri yg menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dgn hari ini?” Mereka berkata: ‘Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri’. Kehidupan dunia telah menipu mereka dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka adl orang2 yg kafir.”
Sebagian ulama berdalil dgn ayat ini utk menyatakan bahwa ada rasul dari kalangan jin. Juga berdalilkan dgn sebuah atsar dari Adh-Dhahhak ibnu Muzahim. Beliau mengatakan bahwa ada rasul dari kalangan jin. Yang berpendapat seperti ini di antara adl Muqatil dan Abu Sulaiman namun kedua tdk menyebutkan sandaran -nya. Yang benar wal ’ilmu ’indallah tdk ada rasul dari kalangan jin. Dan pendapat inilah yg para salaf dan khalaf berada di atasnya. Adapun atsar yg datang dari Adh-Dhahhak telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dlm Tafsir- . Namun di dlm sanad ada syaikh Ibnu Jarir yg bernama Ibnu Humaid yakni Muhammad bin Humaid Abu Abdillah Ar-Razi. Para ulama banyak membicarakan seperti Al-Imam Al-Bukhari telah berkata tentangnya: “Fihi nazhar .” Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu berkata: “Dia bersamaan dgn kedudukan sebagai imam adl mungkarul hadits pemilik riwayat yg aneh-aneh.” . Lebih lengkap silahkan pembaca merujuk kitab-kitab al-jarhu wa ta’dil.
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Tidak ada rasul dari kalangan jin seperti yg telah dinyatakan Mujahid dan Ibnu Juraij serta yg lain dari para ulama salaf dan khalaf. Adapun berdalil dgn ayat –yakni Al-An’am: 130– mk perlu diteliti ulang krn masih terdapat kemungkinan bukan merupakan sesuatu yg sharih . Sehingga kalimat ‘dari golongan kamu sendiri’ makna adl ‘dari salah satu golongan kamu’.”

Menikah dgn Jin
Menikah adl satu-satu cara terbaik utk mendapatkan keturunan. Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan utk segenap hamba-hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنْكِحُوا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ

“Dan nikahkanlah orang2 yg sendirian di antara kamu dan orang2 yg layak dari hamba-hamba sahayamu yg perempuan.”
Kaum jin memiliki keturunan dan anak keturunan beranak-pinak sebagaimana manusia berketurunan dan anak keturunan beranak-pinak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ

“Patutkah kalian mengambil dia dan turunan-turunan sebagai pemimpin selain-Ku sedangkan mereka adl musuh kalian?”
Kalangan kaum jin itu ada yg berjenis laki2 dan ada juga perempuan sehingga utk mendapatkan keturunan merekapun saling menikah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلاَ جَانٌّ

“Tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka dan tdk pula oleh jin.”
Artha’ah Ibnul Mundzir rahimahullahu berkata: “Dhamrah ibnu Habib pernah ditanya: ‘Apakah jin akan masuk surga?’ Beliau menjawab: ‘Ya dan mereka pun menikah. Untuk jin yg laki2 akan mendapatkan jin yg perempuan dan utk manusia yg jenis laki2 akan mendapatkan yg jenis perempuan’.”
Termasuk kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap Bani Adam Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan utk mereka suami-suami atau istri-istri dari jenis mereka sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”
Perkara ini yakni pernikahan antara manusia dgn manusia adl hal yg wajar lumrah dan sesuai tabiat krn ada rasa cinta dan kasih sayang di tengah-tengah mereka. Persoalan mungkinkah terjadi pernikahan antara manusia dgn jin atau sebalik jin dgn manusia?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Pernikahan antara manusia dgn jin memang ada dan dapat menghasilkan anak. Peristiwa ini sering terjadi dan populer. Para ulama pun telah menyebutkannya. Namun kebanyakan para ulama tdk menyukai pernikahan dgn jin.” 1
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu mengatakan: “Para ulama telah berselisih pendapat tentang perkara ini sebagaimana dlm kitab Hayatul Hayawan karya Ad-Dimyari. Namun menurutku hal itu diperbolehkan yakni laki2 yg muslim menikahi jin wanita yg muslimah. Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepada-nya…”
maka –maknanya– ini adl anugrah yg terbesar di mana manusia yg jenis laki2 menikah dgn manusia yg jenis perempuan dan jin laki2 dgn jin perempuan.
Tetapi jika seorang laki2 dari kalangan manusia menikah dgn seorang perempuan dari kalangan jin mk kita tdk memiliki alasan dari syariat yg dapat mencegahnya. Demikian juga sebaliknya. Ha saja Al-Imam Malik rahimahullahu tdk menyukai bila seorang wanita terlihat dlm keadaan hamil lalu dia ditanya: “Siapa suamimu?” Dia menjawab: “Suamiku dari jenis jin.”
Saya katakan: “Memungkinkan sekali fenomena yg seperti ini membuka peluang terjadi perzinaan dan kenistaan.”

Meminta Bantuan Jin
Sangat rasional dan amatlah sesuai dgn fitrah bila yg lemah meminta bantuan kepada yg kuat dan yg kekurangan meminta bantuan kepada yg serba kecukupan.
Manusia lbh mulia dan lbh tinggi kedudukan daripada jin. Sehingga sangatlah jelek dan tercela bila manusia meminta bantuan kepada jin. Selain itu bila ternyata yg dimintai bantuan adl setan mk secara perlahan setan itu akan menyuruh kepada kemaksiatan dan penyelisihan terhadap agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ اْلإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا

“Dan bahwasa ada beberapa orang laki2 di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki2 di antara jin. mk jin-jin itu menambah ketakutan bagi mereka.”
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: “Ada sekelompok orang dari kalangan manusia yg menyembah beberapa dari kalangan jin lalu para jin itu masuk Islam. Sementara sekelompok manusia yg menyembah itu tdk mengetahui keislaman mereka tetap menyembah sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela mereka.”
Jin tdk mengetahui perkara yg ghaib dan tdk punya kekuatan utk memberikan kemudharatan tdk pula mendatangkan kemanfaatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلاَّ دَابَّةُ اْلأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُوْنَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِيْنِ

“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman tdk ada yg menunjukkan kematian itu kepada mereka kecuali rayap yg memakan tongkatnya. mk tatkala ia telah tersungkur tahulah jin itu bahwa kalau mereka mengetahui yg ghaib tentulah mereka tdk tetap dlm siksa yg menghinakan.”
Jin tdk memiliki kemampuan utk menolak mudharat atau memindahkannya. Jin tdk bisa mentransfer penyakit dari tubuh manusia ke dlm tubuh binatang. Demikian pula manusia tdk punya kemampuan utk itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا كَانَ لَهُ عَلَيْهِمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلاَّ لِنَعْلَمَ مَنْ يُؤْمِنُ بِاْلآخِرَةِ مِمَّنْ هُوَ مِنْهَا فِي شَكٍّ وَرَبُّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَفِيْظٌ. قُلِ ادْعُوا الَّذِيْنَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُوْنِ اللهِ لاَ يَمْلِكُوْنَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَوَاتِ وَلاَ فِي اْلأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيْهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيْرٍ

“Dan tdk adl kekuasaan Iblis terhadap mereka melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yg beriman kepada ada kehidupan akhirat dari siapa yg ragu-ragu tentang itu. Dan Rabbmu Maha Memelihara segala sesuatu. Katakanlah: ‘Serulah mereka yg kamu anggap selain Allah mereka tdk memiliki seberat zarrahpun di langit dan di bumi. Dan mereka tdk mempunyai suatu sahampun dlm langit dan bumi dan sekali-kali tdk ada di antara mereka yg menjadi pembantu bagi-Nya’.”

Gangguan Jin
Secara umum gangguan jin merupakan sesuatu yg tdk diragukan lagi keberadaan baik menurut pemberitaan Al-Qur`an As-Sunnah maupun ijma’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

“Dan jika setan mengganggumu dgn suatu gangguan mk mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguh Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ عَرَضَ لِي فَشَدَّ عَلَيَّ لِيَقْطَعَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ فَأَمْكَنَنِي اللهُ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أُوْثِقَهُ إِلَى سَارِيَةٍ حَتَّى تُصْبِحُوا فَتَنْظُرُوا إِلَيْهِ فَذَكَرْتُ قَوْلَ سُلَيْمَانَ عَلَيْهِ السَّلاَم: رَبِّ هَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي. فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِيًا

“Sesungguh setan menampakkan diri di hadapanku utk memutus shalatku. Namun Allah memberikan kekuasaan kepadaku utk menghadapinya. mk aku pun membiarkannya. Sebenar aku ingin mengikat di sebuah tiang hingga kalian dapat menontonnya. Tapi aku teringat perkataan saudaraku Sulaiman ‘alaihissalam: ‘Ya Rabbi anugerahkanlah kepadaku kerajaan yg tdk dimiliki seorang pun sesudahku’. mk Allah mengusir dlm keadaan hina.”
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mendirikan shalat lalu didatangi setan. Beliau memegang dan mencekiknya. Beliau bersabda:

حَتَّى إِنِّي لأَجِدُ بَرْدَ لِسَانِهِ فِي يَدَيَّ

“Hingga tanganku dapat merasakan lidah yg dingin yg menjulur di antara dua jariku: ibu jari dan yg setelahnya.”
Diriwayatkan dari ‘Utsman bin Abil ‘Ash radhiallahu ‘anhu ia berkata:

يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ حَالَ بَيْنِي وَبَيْنَ صَلاَتِي وَقِرَاءَتِي يَلْبِسُهَا عَلَيَّ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْهُ وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلاَثًا. قَالَ: فَفَعَلْتُ ذَلِكَ فَأَذْهَبَهُ اللهُ عَنِّي

“Wahai Rasulullah setan telah menjadi penghalang antara diriku dan shalatku serta bacaanku.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Itulah setan yg bernama Khanzab. Jika engkau merasakan mk berlindunglah kepada Allah dari dan meludahlah ke arah kiri tiga kali.” Aku pun melakukan dan Allah telah mengusir dari sisiku.
Gangguan jin juga bisa berupa masuk jin ke dlm tubuh manusia yg diistilahkan orang sekarang dgn kesurupan atau kerasukan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Keberadaan jin merupakan perkara yg benar menurut Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta kesepakatan salaful ummah dan para imamnya. Demikian pula masuk jin ke dlm tubuh manusia adl perkara yg benar dgn kesepakatan para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

“orang2 yg makan riba tdk dapat berdiri melainkan seperti berdiri orang yg kemasukan setan lantaran penyakit gila.”
Dan dlm hadits yg shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ

“Sesungguh setan itu berjalan di dlm diri anak Adam melalui aliran darah.”
Tidak ada imam kaum muslimin yg mengingkari masuk jin ke dlm tubuh orang yg kesurupan. Siapa yg mengingkari dan menyatakan bahwa syariat telah mendustakan berarti dia telah mendustakan syariat itu sendiri. Tidak ada dalil-dalil syar’i yg menolaknya.”
Ibnul Qayyim juga telah panjang lebar menerangkan masalah ini.

Golongan yg Mengingkari Masuk Jin ke dlm Tubuh Manusia
a. Kaum orientalis musuh-musuh Islam yg tdk percaya kecuali kepada hal-hal yg bisa diraba panca indra.
b. Para ahli filsafat dan antek-antek mereka mengingkari keberadaan jin. mk secara otomatis merekapun mengingkari merasuk jin ke dlm tubuh manusia.
c. Kaum Mu’tazilah mereka mengakui ada jin tetapi menolak masuk jin ke dlm tubuh manusia.
d. Prof. Dr. ‘Ali Ath-Thanthawi guru besar Universitas Al-Azhar Kairo. Ia mengingkari dan mendustakan terjadi kesurupan krn jin dan menganggap hal itu hanyalah sesuatu yg direkayasa
e. Dr. Muhammad Irfan. dlm surat kabar An-Nadwah tanggal 14/10/1407 H menyatakan bahwa: “Masuk jin ke dlm tubuh manusia dan bicara jin lewat lisan manusia adl pemahaman ilmiah yg salah 100%.”
f. Persatuan Islam . dlm Harian Pikiran Rakyat tanggal 5 September 2005 mengeluarkan beberapa pernyataan yg diwakili Dewan Hisbah sebagai berikut: “Poin 7 …Tidak ada kesurupan jin keyakinan dan pengobatan kesurupan jin adl dusta dan syirik.”
Semua pengingkaran atas kemampuan masuk jin ke dlm tubuh manusia adl batil. Ha terlahir dari sedikit ilmu akan perkara-perkara yg syar’i dan terhadap apa yg ditetapkan ahlul ilmi dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata: “Aku pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguh ada sekumpulan kaum yg berkata bahwa jin tdk dapat masuk ke tubuh manusia yg kerasukan.’ mk ayahku berkata: ‘Wahai anakku tdk benar. Mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara lewat lidahnya’.”
Berikut ini pernyataan para mufassir berkenaan dgn firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

“orang2 yg makan riba tdk dapat berdiri melainkan seperti berdiri orang yg kemasukan setan lantaran penyakit gila.”
 Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullahu mengatakan: “Yakni bahwa orang2 yg menjalankan praktek riba ketika di dunia mk pada hari kiamat nanti akan bangkit dari dlm kubur seperti bangkit orang yg kesurupan setan yg dirusak akal di dunia. Orang itu seakan kerasukan setan sehingga menjadi seperti orang gila.”
 Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menegaskan: “Ayat ini adl argumen yg mementahkan pendapat orang yg mengingkari ada kesurupan jin dan menganggap yg terjadi hanyalah faktor proses alamiah dlm tubuh manusia serta bahwa setan sama sekali tdk dapat merasuki manusia.”
 Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Yakni mereka tdk akan bangkit dari kubur pada hari kiamat melainkan seperti bangkit orang yg kesurupan setan saat setan itu merasukinya.”
Penyebab Kesurupan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu menjelaskan bahwa masuk jin pada tubuh manusia bisa jadi krn dorongan syahwat hawa nafsu dan rasa cinta kepada manusia sebagaimana yg terjadi antara manusia satu sama lainnya. Terkadang -atau bahkan mayoritasnya- juga krn dendam dan kemarahan atas apa yg dilakukan sebagian manusia seperti buang air kecil menuangkan air panas yg mengenai sebagian mereka serta membunuh sebagian mereka meskipun manusia tdk mengetahuinya.
Kalangan jin juga banyak melakukan kedzaliman dan banyak pula yg bodoh sehingga mereka melakukan pembalasan di luar batas. Masuk jin ke tubuh manusia terkadang disebabkan keisengan sebagian mereka dan tindakan jahat yg dilakukannya.
Bagaimana kita menghindari gangguan-gangguan itu?
Ibnu Taimiyah rahimahullahu menjelaskan: “Adapun orang yg melawan permusuhan jin dgn cara yg adil sebagaimana Allah dan Rasul-Nya perintahkan mk dia tdk mendzalimi jin. Bahkan ia taat kepada Allah dan Rasul-Nya dlm menolong orang yg terdzalimi membantu orang yg kesusahan dan menghilangkan musibah dari orang yg tertimpa dgn cara yg syar’i dan tdk mengandung syirik serta tdk mengandung kedzaliman terhadap makhluk. Yang seperti ini jin tdk akan mengganggu mungkin krn jin tahu bahwa dia orang yg adil atau krn jin tdk mampu mengganggunya. Tapi bila jin itu dari kalangan yg sangat jahat bisa jadi dia tetap mengganggu tetapi dia lemah. Untuk yg seperti ini semesti ia melindungi diri dgn membaca ayat Kursi Al-Falaq An-Nas shalat berdoa dan semacam itu yg bisa menguatkan iman dan menjauhkan dari dosa-dosa..”
Pembaca demikian yg dapat kami paparkan di sini mudah-mudahan dapat mewakili apa yg belum lengkap penjelasannya.
Wal’ilmu ’indallah.

1 Di antara ulama yg berpendapat terlarang hal itu adl Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi rahimahullahu. Beliau mengatakan: “Saya tdk mengetahui dlm Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada dalil yg menunjukkan boleh pernikahan antara manusia dan jin. Bahkan yg bisa dijadikan pendukung dari dzahir ayat adl tdk boleh hal itu.”
Badruddin Asy-Syibli dlm buku Akamul Mirjan mengemukakan bahwa sekelompok tabi’in membenci pernikahan jin dgn manusia. Di antara mereka adl Al-Hasan Qatadah Az-Zuhri Hajjaj bin Arthah demikian pula sejumlah ulama Hanafiyah

Friday, January 14, 2011

Doa Memohon Dikembalikan Barang yang Hilang




Doa Hilang Barang

Doa ini diajarkan oleh Tuan Guru Ustaz Ahmad Fahmi Zamzam Al-Banjari An-Nadwi Al-Maliki hafizahullah semasa pengajian kilat kitab Bustanul Arifin di Alor Setar Kedah.

Berkaitan doa ini, pengarang kitab Bustanul Arifin (iaitu Imam Nawawi): Sebenarnya doa ini telah saya cuba maka saya mendapatinya sangat bermanfaat dan menjadi sebab untuk mendapatkan barang yang hilang dengan tidak lama mencarinya. Dan saya juga telah mendengar dariapda Syeikh al-Hafizh Abu Baqa' seperti perkataan ini dan beliau yang mengajarkannya kepadaku sejak dahulu lagi.

Penterjemah kitab ini, iaitu Ustaz Ahmad Fahmi Zamzam sendiri mengakui bahawa insya Allah doa ini sangat mujarab kalau hilang barang. Ustaz Fahmi sendiri pernah kehilangan barang, dan berkat membaca doa ini, dikembalikan barang tersebut.


Doa ini diskan daripada kitab terjemahan Bustanul Arifin oleh Ustaz Ahmad Fahmi Zamzam dan diedit.

"Beramallah dengan keyakinan, dan sedarlah diri kita sedang memohon daripada Pemilik segala perkara tiada berkecuali."




Doa kita bersama:

Segala puji milik Tuhan Yang Maha Agung Pemilik Seluruh Alam ini, selawat dan salam atas Rasul Junjungan, Nabi Muhammad s.a.w., ahli keluarga dan para sahabat baginda.
Ya Allah ajarkan kepada kami 'ilmu yang bermanfaat, dan berikan manfaat kepada kami daripada 'ilmu yang Kau ajarkan.

Ya ALLAH, jadikanlah kami, ibu bapa dan keluarga kami serta umat Nabi Muhammad s.a.w. yang lain hamba-Mu yang istiqamah dan ikhlas mentaati-Mu. Jadikanlah akhir hayat kami dalam husnul khotimah dan melafazkan kalimah tauhid.

Thursday, January 13, 2011

Solat: Cara Rasulallah (s.a.w) bersolat

Solat: Cara Rasulallah (s.a.w) bersolat (Samb.)
Assalamualaikum,

Tahiyat Awal dan Tahiyat Akhir

Kita telahpun teliti ketetapan as-Sunnah cara dan kaedah bersolat sehingga ke tahap Sujud, Duduk antara Dua Sujud dan Duduk untuk Tahiyat Awal. Duduk Tahiyal Akhir itu berbeza sedikit dari cara dan keadaan duduk untuk Tahiyat Awal sahaja. Ketika Tahiyat Awal kita tetap duduk 'iftirasy', i.e. kaki kiri dilipatkan, duduk di atas tumit kiri, kaki kanan ditegakkan di jari-jari kaki kanan, tangan kiri diluruskan memegang kepala lutut, dan tangan kanan di letakkan di atas hujung peha kanan sambil digenggam, kecuali ibujari dan jari hantu (i.e. jari tengah) didekatkan dibuat seumpama bulatan, dan jari telunjuk bebas untuk membuat isyarat sama ada diangkat menunjuk ke depan atau digerak-gerakkan ke atas ke bawah atau turun naik sehinggalah selesai membaca Tasbih Tahiyat. [Nota: Kedua-dua cara tentang jari telunjuk itu dilakukan oleh Rasulallah (s.a.w), iaitu sama ada ditegakkan seolah-olah menunjuk ke arah kiblat, ataupu digerak-gekakan jari telunjuk ke atas dan ke bawah sepanjang bacaan Tasbih Tahiyat itu].
Semasa duduk untuk Tahiyat Akhir pula, cara duduknya berlainan. Kaki kiri dilipat dan dimasukkan ke bawah betis/keting kaki kanan yg ditegakkan jari-jarinya. bahagian ponggong kiri diletakkan di atas tempat solat, manakala bahagian ponggong kanan diletakkan di atas betis kaki kiri. Tangan kiri memegang lutut kiri diluruskan, manakala tangan kanan sebagaimana dibuat semasa Tahiyat Awal, digenggam di letakkan di atas hujung peha kanan, ibu jari didekatkan dengan hujung jari tengah (i.e. jari hantu) seumpama dibuat bulatan, dan jari telunjuk ditegakkan seumpama menunjuk ke arah kiblat atau digerak-gerakkan ke atas ke bawah. [Nota: Apa pihak yg menyatakan bahawa menggerak-gerakkan jari telunjuk itu adalah ikutan faham mazhab selain as-Syafie. Ini adalah silap. Keranan di dalam as-Sunnah, Rasulallah (s.a.w) juga membuat sedemikian. Rujuk hadith yg telah kita temui dalam post sebelum ini.]
Kalimah atau Tasbih Tahiyat Awal itu disebutkan dalam hadith berikut, iaitu selepas selesai dua rakaat, kita baca ketika duduk selepas Ruku' yg kedua:
1. Diriwayatkan hadith daripada Abdullah bin Mas’ud (r.a) katanya: ‘Telah mengajar akan kami oleh Rasulallah (s.a.w) apabila duduk kami kemudian daripada sempurna mengerjakan dua rakaat solat (yakni disuruhnya membaca Tahiyat yang diajarnya itu akan kami kemudian daripada telah sempurna dua rakaat didalam solat), bahawasanya kami berkata: 'At-tahiyatu lillahi wasolatu watoibatu. Assalamu-alaika aiyuhan nabiyu wa-rahmatullahi wabarakatuhu. Was-salamu ‘alaina wa’ala ‘ibadillahi-solihin. Asyhadu-an la ilaha-illah, wa-asyhaduanna Muhammadan ‘abduhu wa-rasuluhu'. [Hadith Bukhari & Muslim]
Demikianlah Tasbih Tahiyat Awal tersebut yg diriwayatkan oleh Ibnu Masud (r.a), yg disudahi dengan menyebut dua kaoimah syahadah.
2. Diriwayatkan daripada Ibn Abbas (r.a) katanya, ‘Adalah Rasulallah (s.a.w) mengajar ia akan kami akan tasyhad (yakni tahiyat), sebagaimana mengajar ia akan kami akan surah-surah al-Quran) yakni, dengan tajuidnya dan tartilnya dan waqafnya, yakni, diajarkan secara perlahan (i.e. berhati0-hati)).’ [Kata Ibn Abbas (r.a)] ‘Maka adalah berkata di dalam ajarannya begini: 'Attahiyatul mubarakatus-solawatat-toyibatu lillahi. Assalamu-alaika aiyuhan-nabiyu wa-rahmatullahi wa-barakatuhu. Assalamu ‘alaina wa-ala ‘ibadillahis-solihina. Asyhadu alla-ilaha-illallah, wa-asyahadu anna Muhmmadan ‘abduhu wa-rasuluhu.' [Hadith hasan, gharib dan sahih as Shafiie & Muslim]
Dalam hadith di atas pula, kalimah-kalimah atau Tasbih Tahiyat Awal yg sama dengan yg diriwayatkan oleh Ibnu Masud (r.a) itu diajrakan oleh Rasulallah (s.a.w) kepada Ibnu Abbas (r.a). Mengikut sepotong hadith daripada Syaqiq, daripada Abdullah bin Mas’ud (r.a), bahawa Abdullah (r.a) mendengar Nabi (s.a.w) mengajarkan bahawa ketika duduk Tahiyat Awal menyuruh seorang lelaki (yang tersalah bacaannya) membaca dengan kalimat-kalimat tertentu. Begitu jugalah dua hadith lain daripada Abdullah bin Mas’ud (r.a) juga. Mengikut cara bacaan riwayat Abi Musa asy-Syaari (r.a) pula, kalimah-kalimah atau Tasbih tahiyat Awal yg diajarkan itu adalah: 'Attahiyatut-toyibatus-salawatu lillahi. As-salamualaika aiyuhan-nabiyu warahmatullahi wabarakatuhu. As-salamu alaina wa-‘ala ‘ibadillahis-solihiin. Asyahadu-alla-ilaha-illah, wa-asyhadu-anna Muhammadan ‘abduhu wa-rasuluhu.' [Hadith Ibnu Majah]
Sila ambil ingatan bahawa Tahiyat itu,i.e. Tahiyat Awal atau Tahiyat Akhir, tidak sempurna tanpa ada kalimah-kalimah berselawat atas Nabi (s.a.w). Di dalam hadith berikut dijelaskan bahawa sesiapa yang tidak berselawat dalam solatnya, maka solatnya batal (i.e. tidak sah):
1. Diriwayatkan hadith daripada Abdil Muhaimin bin Abbas bin Sahli bin Sa’dis-Saidi, hadith daripada bapanya, hadith daripada datuknya, hadith daripada Nabi (s.a.w) bersabda: ‘Tidak ada solat bagi orang yang tidak berwudu’ bagi solat itu, dan tidak ada wudu’ bagi orang yang tidak menyebut ‘Bismillah’ atas wudu’nya, dan tidak ada solat (yakni, tidak sah solat) bagi orang yang tidak berselawat atas nabi (s.a.w) ... ’ [Hadith ibnu Majah, Kita Toharah]
Yang penting kita ambil perhatian di dalam hadith di atas itu adalah beberapa ketetapan Rasulallah (s.aw), iaitu:
1. Solat hanya sah jika wudu' untuk solat tersebut sah;
2. Wudu' tidak sah sekiranya tidak dibaca 'Bismillah' ketika memulakan wudu' (Nota: Bukan membaca kalimah seumpama 'Nawaitu ...' yg sering menjadi amalan kita selama ini);
3. Tidak sah solat jika ketika membaca Tahiyat Awal atau Tahiyat Akhir, tidak berselawat atas Nabi (s.a.w) [Nota: Kalimah 'selawat atas Nabi (s.a.w)' itu kita akan teliti sebentar lagi].
Di dalam blog ini kita telah teliti dengan panjang lebar bagaimana berwudu' mengikut ketetapan as-Sunnah. Wudu' yg tidak menepati ketetapan as-Sunnah tidak sah. Antara perkara yg wajib kita perhatikan ketika berwudu' adalah:
1. Jangan zahirkan atau lafazkan 'niat' (i.e. baca kalimah-kalimah seumpama 'Nawaitu wudu' ...' dan sebagainya);
2. Mulakan dengan 'niat' di dalam hati dan kemudian lafazkan kalimah 'Bismillah' (Nota: Bukan 'Basmalah');
3. Menyapu seluruh bahagian kepala (i.e. rambut) dari bahagian sebelah atas dahi sehingga ke pangkal tengkuk (i.e. bukan sebahagian rambut atau kepala sahaja).
Jika ketiga-tiga perkara yg disebutkan di atas itu tidak dilakukan, maka wudu' tidak sah.
2. Diriwayatkan hadith oleh Abi Mas’ud (r.a) berkata bahawa Nabi (s.a.w) memberitahu dia tentang ‘Selawat’ itu (adalah) membaca: 'Allahumma-salli ‘ala Muhammad, wa’ala ali Muhammad, kama sollai-taala ‘ala ali Ibrahim, wa barik ‘ala Muhammad, wa’ala ali Muhammad, kama baraktaala ‘ala ali Ibrahim, fil ‘alamina innaka hamidum-majid.’ [Hadith riwayat an-Nasa’i]
Justeru itu, setelah membaca Tasbih Tahiyat sebagaimana yg disebutkan di dalam, tiga hadith sebelum ini, maka disambunglah dengan membaca kalimah-kalimah 'Selawat' ini.
Terdapat beberapa versi ‘Selawat’ ini dalam hadith. Tetapi pada asasnya tidak banyak perbezaannya. Apa yang jelas, Nabi (s.a.w) pernah membaca beberapa versi. Di dalam hadith berikut dijelaskan sendiri oleh Rasulallah (s.a.w) bagaimana berselawat itu:
3. Diriwayatkan hadith daripada Mas’ud al-Ansari (r.a) berkata: ‘Ketika kami dalam majlis Saad bin Ubadah (r.a), datang Nabi (s.a.w) lalu bertanya Basyir bin Saad kepada beliau dengan katanya: ‘Diperintah Allah (a.w) bahawasanya berselawat kami atas engkau, wahai Rasulallah (s.a.w)! Maka bagaimana kami berselawat atas engkau?’ Bersabda Rasulallah (s.a.w): ‘Katalah olehmu: 'Allahumma solli ‘ala Muhammad wa-‘ala ali Muhammad. Kama sollaitaala ‘ala ali Ibrahima, wa-barik ‘ala Muhammad wa-‘ala ali Muhammadin, kama barakta ‘ala ali Ibrahima, fil-‘alamina innaka hamidum-majid(-un).' [Maksud: (Kata Abu Mas’ud:) ‘Dan (cara memberi salam itu) sebagaimana sungguh-sungguh telah tahu kamu.’ [Hadith Muslim]
Demikianlah dua versi ‘Selawat atas Nabi (s.a.w)’ itu, iaitu satu berpandukan hadith Muslim dan satu lagi brpandukan hadith an-Nasa'i.
4. Diriwayatkan hadith daripada ibni Qasim berkata menceritakan kepadaku hadith oleh Malik, hadith daripada Nu’im bin Abdillah al-Jumraani (i.e. makna 'al-jumraani' adalah 'pengutip umbut') bahawa Muhammad bin Abdillah bin Zaid al-Ansari dan Abdullah bin Zaid yang bermimpi dengan panggilana untuk solat (Azan) mengkhabarkan kepadanya hadith dari abi Masud al-Ansari bahawa dia berkata: ‘Datang Rasulallah (s.a.w) di dalam majlis Sa’id bin ‘Ubadah, maka berkata kepadanya (i.e. bertanya) Basir bin Sa’din: ‘Memerintah atas kami Allah (a.w) Yang Maha Mulia dan Maha Agung supaya berselawat atas engkau wahai Rasulallah (s.a.w)! Maka bagaimana (hendak) berselawat atas engkau?’ Maka terdiam Rasulallah (s.a.w) sehingga mengharap kami (kata abi Mas'ud) bahawasanya tidak ditanya padanya soalannya (tersebut) (kata perawi). Berkata (abi Masud) bersabda Nabi (s.a.w): ‘Kamu ucapkanlah ‘Allahumma solli ‘ala Muhammad wa-‘ala ali Muhammad; kama sollaita ‘ala ali Ibrahima; wa-barik ‘ala Muhammad wa-‘ala ali Muhammad, kama barakta ‘ala ali ibrahima; fil ‘alamina innaka hamidun majidun.’ Dan memberi salamlah kamu (sesudah itu) sebagaimana yang kamu sudahpun ketahui (maklum).][Hadith an-Nasai]
Kalimah 'Selawat' yg disebutkan dalam hadith ini sama dengan kalimah yg diceritakan dalam hadith sebelumnya, hanya diriwayatkan oleh an-Nasa'i. Malah situasi yg sama dengan situasi hadith sebelum ini.
Disebutkan dalam hadith tersebut suatu peristiwa tentang Abdullah b Zaid, seorang daripada dua orang yg bermimpi mendengar seorang malaikt mengajar kalimah 'azan' kepdanya dalam mimpin, yakni kalimah azan yg kita dengar sekarang ini. Di dalam suatu perjalan musafir, oleh kerana sudah ramai orang iman maka para sahabat yg bermusafir itu sedang memikirkan bagaimankah hendak memanggil jema'ah untuk bersolat. Ada yg menyebut tentang menggunakan beduk aada yg mengatakan digunakan terumpet, tetapi kedua-duanya adalah amalan kaum Yahudi atau Nesrani. Maka malam itu Abdullah b Zaid (r.a) mendapat ilham melalui mimpi supaya azan dan kalimahnya diajarkan oleh malaikat yg ditemui dalam mimpi tersebut. [Nota: Pada malam yg sama Omar ibni Khattab (r.a) juga mendapat mimpi yg sama, tetapi beliau tidak sempat memberitahu Rasulallah (s.a.w) kerana Rasulallah (s.a.w) telah diberitahu oleh Abdullah b Zaid (r.a), yg kebetulan ada bersama dalam rombongan musafir Rasulallah (s.a.w) itu].
5. Diriwayatkan hadith daripada Ubaidillah bin Qibtiah berkata: ‘Aku mendengar Jabir bin Samurah berkata: ‘Adapun kami ketika bersolat di belakang Nabi (s.a.w), berkata (membaca setelah selesai solat) kami ‘Assalamualaikum, assalamualaikum’, dan mengisyarat (seorang bernama) Mis’ar dengan tangannya ke kanan dan ke kiri. Maka bersabda (Nabi (s.a.w)): ‘Apa kelakuan ini iaitu orang yang melemparkan dengan kedua tangannya seumpama ekor kuda yang sedang berlari! Apakah tidak mencukupi bahawa kamu meletakkan kedua tanganmu atas peha kamu kemudian (mengucapkan) ‘Salam’ atas saudaranya dari sebelah kanan (Malaikat di kanan) dan dari sebelah kiri (malaikat di kiri)?’ [Hadith an-Nasa’i]
Di dalam hadith ini kita diberitahu oleh Rasulallah (s.a.w) bagaimana memberi 'Salam' - ke kanan dan ke kiri sambil membaca kalimah-kalimah atau Tasbih Salam itu. Seorang mamkum dilihat oleh Rasulallah (s.a.w)mengisyarat dengan tangannya ke kanan dan ke kiri. Yg disuruh buat hanyalah memalingkan muka kita ke kanan dengan menyebut 'Assalamualaikum ...' dan ke kiri sambil menyebut 'Assalamualaikum ...' itu. kalimah-kalimah atau Tasbih Salam itu disebutkan dalam hadith berikut:
6. Diriwayatkan hadith daripada Muhammad bin Yahya bin Habban hadith daripada pakciknya Wasi’ bin Habban, berkata (pakciknya): ‘Berkata aku kepada ibnu Omar (r.a): ‘Khabarkanlah kepadaku daripada selawat Rasulallah (s.a.w), bagaimanakah adanya?’ Berkata (pakciknya): ‘Maka menceritakan tentang Takbir (yakni dari mulanya solat) kemudian mengucapkan ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah' dari sebelah kanan dan ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah’ dari sebelah kiri. [Hadith an-Nasa’i]
Di dalam hadith lain disebutkan bahawa apabila menoleh ke kanan dan ke kiri hendaklah sampaika kelihatan oleh makmum di belakang pupi kita yg akan dan yg kiri.
Alhamdulillah, demikianlah penamat perlakuan bersolat itu. Dengan post ini kita telah tahu, bersandarkan ketetapan as-Sunnah, bagaimana Rasulallah (s.a.w) bersolat, i.e. menepati sabdanya: 'Sollu kama ra-aitumuni usalli' (maksud: 'Bersolatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku bersolat'), [Hadith Bukhari] itu.
Insya Allah, kemudian ini nanti kita akan teliti apakah pula yg dilakukan oleh Rasulallah (s.a.w) selepas selesai solat. Atau, apakah perlakuan-perlakuan lain yg disuruh Rasulallah (s.a.w) kita buat sebelum kita bersurai memulakan semula kehidupan dunia kita untuk mencari rezki (i.e. ma'isya) harian kita

Monday, January 10, 2011

Doa yang tidak diperkenankan



Bismillahirrahmanirrahim...
Assalamualaikum wbt..

Dari Abu Hurairah r.a katanya,:Rasulullah SAW bersabda:”Hai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak menerima sesuatu melainkan yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya:” Wahai para rasul, Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal soleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mukminun:51) “Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu...”(al-Baqarah:172) Kemudian Nabi SAW menceritakan tentang seorang lelaki yang telah lama berjalan kerana jauhnya perjalanan yang ditempuhnya sehingga rambutnya kusut masai dan berdebu. Orang itu menadah tangannya ke langit dan berdoa:”Wahai Tuhanku! Wahai Tuhanku! “. Padahal makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan dia diasuh dengan makanan yang haram. Maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya.” -Muslim
Doa itu senjata Muslim
Huraian:
1. Berdoa itu tidak boleh dilakukan secara semberono (tidak berhati-hati) dan sembarangan, tetapi perlu kepada adab-adab dan syarat-syarat tertentu. Orang yang berdoa sambil lewa dan menganggap bahawa berdoa itu adalah suatu yang remeh adalah orang yang doanya jarang dikabulkan sehingga kemudian timbul prasangka buruk kepada Allah SWT.

2. Memakan makanan yang halal dan baik merupakan salah satu bentuk dari ketaatan kepada Allah dalam memenuhi segala perintah-Nya. Maka apabila seseorang itu selalu taat kepada Allah dalam dalam segala perkara dan sentiasa berada dalam kebenaran, insyaAllah segala apa yang dipohon akan dikabulkan Allah.

3. Kita hendaklah berdoa dengan penuh keyakinan, harapan dan rasa takut. Merendahkan diri dengan suara yang lirih, tenang, tidak tergesa-gesa, penuh khusyuk dan tahu akan hakikat yang diminta. Ini berdasarkan firman Allah yang bermaksud:"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut .." (al-A'raf : 55)

4. Rasulullah pernah bersabda yang maksudnya:”Tiada seorangpun yang berdoa kepada Allah dengan suatu doa, kecuali dikabulkan-Nya dan dia memperolehi salah satu daripada tiga keadaan, iaitu dipercepatkan penerimaan doanya di dunia, disimpan (ditunda) untuknya sampai di akhirat atau diganti dengan mencegahnya daripada musibah (bencana) yang serupa." (at-Tabrani).

Sunday, January 9, 2011

Sujud Tilawah dan Cara melakukannya



assalamualaikum...alhamdulillah dapat lagi nak bersambung tentang sujud...untuk entri kali ini masuk tentang sujud tilawah..


Sujud Tilawah ialah sujud kerana disebabkan bacaan dalam al-Quran, hal ini menerangkan apabila seseorang itu membaca atau mendengar ayat-ayat al-Quran yang termasuk dalam kumpulan ayat-ayat Sajadah yang sebanyak lima belas tempat semuanya, maka pada waktu itu dituntut pembaca dan pendengarnya supaya sujud sekali sahaja dan boleh juga dilakukan dalam solat yang dikenali dengan nama sujud sajadah.
Cara menentukan/mengenalpasti bagaimana tempat dalam Al-Quran yang dibolehkan kita untuk bersujud tilawah adalah dengan melihat/merujuk penanda berbentuk sejadah dalam al-Quran pada ayat dan surah-surah tertentu contohnya seperti di Surah As-Sajadah dan di akhir Surah Al-Alaq.
Sepotong Hadis Sahih yang bermaksud:

"Daripada Ibnu Umar RadhiAllahu Anhu,katanya:Adalah Rasullullah SAW membaca ia(ayat sejadah) sedangkan kami berada disisinya,lalu Baginda sujud dan kami pun turut sujud bersamanya,maka bersesak-sesaklah kami sehingga tidak mendapat tempat bagi meletakkan dahi untuk sujud". (Hadis Riwayat Bukhari).
SUJUD TILAWAH DI LUAR SEMBAHYANG Sepertimana yang telah dijelaskan bahawa sujud tilawah itu sunat juga dilakukan di luar sembahyang iaitu setelah selesai menghabiskan bacaan ayat sajdah atau mendengarnya, jika hendak melakukan sujud tilawah hendaklah berniat sujud tilawah kemudian bertakbir iftitah seperti takbiratul ihram dalam sembahyang. Niat sujud tilawah ini adalah wajib bersandarkan kepada hadis Baginda Shallallahu ‘alaihi wasallam :
Maksudnya: “Sesungguhnya amal perbuatan itu hanyalah dengan niat” Begitu juga dengan takbir iftitah hukumnya adalah wajib kerana ia adalah merupakan syarat sujud tilawah itu menurut pendapat al-ashah. Di samping berniat di dalam hati ia juga disunatkan melafazkan niatnya itu, seperti:
Ertinya:“Sahaja aku melakukan sujud tilawah kerana Allah Ta‘ala” Kemudian itu bertakbir sekali lagi untuk melakukan sujud tanpa mengangkat tangannya. Apabila hendak bangun dari sujud adalah disunatkan ketika mengangkat kepalanya dengan bertakbir. Adalah disunatkan menurut pendapat al- shahih memanjangkan bacaan takbir yang kedua ketika hendak sujud sehingga ia meletakkan dahinya ke tempat sujud, dan juga bagi takbir yang ke tiga ketika bangkit dari sujud sehingga duduk semula.(Al-Majmuk 3/561) Setelah ia bangun dari sujud maka disudahi dengan salam iaitu dalam keadaan dia duduk tanpa bertasyahhud. Salam menurut pendapat al-azhar adalah wajib kerana ia merupakan syarat sebagaimana di dalam kitab Syarah Al-Minhaj. Kesimpulannya perkara yang dituntut yang juga merupakan rukun sujud tilawah bagi yang melakukannya bukan di dalam sembahyang ialah niat sujud, takbir seperti yang dilakukan ketika hendak mengangkat takbir untuk menunaikan sembahyang, sujud dan juga salam. Perlu diingat bahawa untuk melakukan sujud tilawah di luar sembahyang ini tidak disunatkan bangun dari duduk untuk berdiri (qiam) kemudian melaksanakan sujud, bahkan memadailah hanya dalam keadaan duduk. Sementara itu jika dia dalam keadaan berdiri maka dilakukan takbiratul ihram dalam keadaan berdirinya itu kemudian membaca takbir dan sujud.(At-Tibyan Fi Adab Hamalatil Quran 118) BACAAN ATAU ZIKIR KETIKA SUJUD TILAWAH Adalah sunat hukumnya membaca zikir ketika di dalam sujud tilawah. Di antara zikir yang di galakkan itu ialah: Ertinya: “Telah sujud wajahku kepada (Allah,Zat) yang Menciptakannya, yang Membentuknya dan yang Membuka pendengarannya serta penglihatannya dengan daya dan kekuatanNya maka Maha berkat (serta maha tinggilah kelebihan) Allah sebaik-baik Pencipta” Dan zikir yang lain sebagaimana yang di sebut dalam hadis Baginda Shallallahu ‘alaihi wasallam: Maksudnya : “Ya Allah tuliskan bagi ku dengan sujud ini pahala dan jadikanlah sujud ini berharga di sisiMu dan hindarkanlah daripadaku dosa dengannya terimalah ia daripadaku sepertimana Engkau menerima sujud hambaMu Daud”
(Hadis riwayat Al-Tirmidzi dan lainnya dengan sanad yang hasan)
Sementara itu Al-Ustaz Ismail Al-Dharir di dalam tafsirnya menaqalkan bahawa Imam Asy-Syafi‘ie memilih untuk diucapkan di dalam sujud tersebut :
Ertinya: “Maha suci tuhan kami, sungguh janji Tuhan kami tetap terkurlaksana” Walau bagaimanapun adalah harus dibawakan zikir yang biasa digunakan di dalam sujud sembahyang. Menurut Imam Al-Qalyubiy bahawa sujud tilawah atau sujud syukur itu boleh diganti dengan zikir berikut bagi orang yang tidak melakukan sujud walaupun ia suci dari hadas (dalam keadaan berwudhu) seperti ucapan:
Ertinya:“Maha suci Allah dan segala puji-pujian bagiNya, tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Allah itu Maha Besar”. Dibaca zikir tersebut sebanyak empat kali kerana ia boleh menggantikan tempat tahiyatul masjid.(Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu 1136).
setakat itu saja untuk kali ini...insyaAllah akan bersambung lagi...Assalamualaikum..

Sujud Syukur dan Cara Melakukannya....



assalamualaikum...alhamdulillah boleh lagi menyambung tentang sujud...
untuk entri kali ini masuk dalam topik sujud syukur...

APA DIA SUJUD SYUKUR ITU ?
Sujud syukur ialah sujud untuk menyatakan terima kasih atas nikmat yang dilimpahkan Allah Subhanahu wa Ta‘ala atau atas terhindarnya seseorang dari malapetaka.


HUKUM SUJUD SYUKUR


Jumhur ulama berpendapat bahawa sujud syukur itu adalah sunat berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abdur Rahman bin Auf katanya yang maksudnya :
“Sewaktu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju ke dalam bangunan-bangunan tinggi lalu memasukinya. Kemudian Baginda menghadap kiblat dan sujud, dan memanjangkan sujud Baginda. Kemudian Baginda mengangkat kepalanya seraya bersabda: “Sesungguhnya Jibril mendatangiku dan memberi khabar gembira kepadaku. Jibril berkata:“Sesungguhnya Allah mengatakan kepada engkau: “Siapa yang memberi selawat ke atas engkau Aku akan memberi selawat kepadanya dan siapa yang memberi salam kepada engkau, Aku akan memberi salam kepadanya” Lalu saya bersujud sebagai tanda syukur kepada Allah”.
(Hadis riwayat Imam Ahmad)
Dalam hadis yang lain pula yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan selainnya bahawa Baginda Shallallahu ‘alaihi wasallam jika sampai kepada Baginda sesuatu perkara yang menggembirakannya, Baginda akan melakukan sujud.(Syarah Al-Minhaj)
Sujud syukur di dalam mazhab Asy-Syafi‘ie tidak boleh dilakukan di dalam sembahyang. Ianya hanya sunat dilakukan di luar sembahyang ketika seseorang mendapat limpahan rahmat daripada Allah atau terhindar daripada malapetaka.
Di antara sujud yang dikategorikan sebagai sujud syukur ialah sujud selepas membaca ayat 25 daripada surah Shad iaitu:

Tafsirnya: “Maka Kami mengampuni kesalahannya. Sesungguhnya dia dekat dari Kami dan mempunyai tempat kembali yang baik”.
Dari itu sujud kerana ayat ini tidak boleh dibuat di dalam sembahyang kerana sujud pada ayat di atas adalah atas dasar syukur dan sujud syukur tidak boleh dilakukan di dalam sembahyang. Jika dia sujud maka batallah sembahyangnya menurut pandapat al-ashah, kecualilah jika ia tidak mengetahuinya atau ia terlupa.


BAGAIMANA SUJUD SYUKUR DILAKSANAKAN ?
Sujud syukur dilaksanakan sama halnya seperti melakukan sujud tilawah ketika ia dilakukan di luar sembahyang iaitu berniat untuk melakukan sujud syukur,takbir,sujud dan juga salam.
Syarat-syarat sahnya juga sama seperti syarat-syarat yang terkandung di dalam sujud tilawah iaitu suci dari hadas kecil dan besar, menutup aurat dan menghadap kiblat.
Dari segi zikir yang sunat dibaca ketika sujud syukur ini adalah sama seperti zikir-zikir yang telah dijelaskan di dalam sujud tilawah.
Begitulah cara Islam mengajarkan kita bagaimana cara mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta‘ala atau terlepas daripada bala. Di samping sunat melaksanakan sujud syukur disunatkan juga bersedekah dan melakukan sembahyang sunat syukur. ( Mughni Al-Muhtaj 1/219). Menurut Al-Khawarizmi pula, jika ia menggantikan tempat sujud itu dengan bersedekah atau sembahyang dua rakaat maka itu adalah yang lebih baik.
Menurut Imam Al-Ramli bahawa sujud syukur itu terluput waktunya jika jarak di antara sujud itu dan sebabnya terlalu lama.


PENUTUP
Sujud tilawah dan sujud syukur seperti yang dijelaskan di atas merupakan satu ibadat yang tuntutannya adalah sunat. Cara melakukannya pun mudah tetapi nilainya tinggi di sisi Allah sepertimana yang dijelaskan oleh hadis Baginda tentang kelebihan sujud tilawah. Dari itu, sayugialah diingatkan supaya jangan dilepaskan peluang melakukan ibadat sujud ini, walaupun ia hanya merupakan tuntutan sunat tetapi dengan melakukannya bererti kita menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan dan tidak mengabaikan ajaran Islam.

Cara membaca al-Fatihah dalam solat

Assalamualaikum,
Bagi saudara yg sering bersolat secara berjema'ah, kita akan ketemui beberapa imam solat yg membaca Surah al-Fatihah dalam satu nafas atau menyambung ayat-ayatnya, maka dibaca secara bersambung. Ini sering berlaku dalam bulan Ramadhan ketika bersolat Terawih. Disebebkan banyak rakaat yg perlu disolatkan dan panjang masanya pula, maka imam seringkali mempercepatkan bacaan Surah al-Fatihah. Soalnya: Bolehkah atau tidak. Wajarkah kita jadikan kelaziman dalam solat membaca Surah al-Fatihah dengan menyambung ayat-ayatnya?
Cuba kita lihat hadith berikut sebagai panduan kita:
Diriwayatkan hadith daripada al-’Ala bin Abdul Rahman sesungguhnya mendengar Aba Saib (r.a), bekas hamba Hisham bin Zohrah (r.a), berkata: ‘Aku mendengar Abu Hurairah (r.a) berkata: ‘Telah bersabda Rasulallah (s.a.w), sabdanya: ‘Barangsiapa bersolat tidak dia membaca dalam solatnya dengan Ummul Quran (yakni, al-Fatihah), maka solatnya kurang, solatnya kurang, solatnya kurang [yakni, diulangi Rasulallah (s.a.w) kalimah tersebut tiga kali], tidak sempurna.’ Maka berkata aku (yakni, al’Ala (r.a)) kepada Abu Hurairah (r.a): ‘Sesungguhnya aku kadang-kadang ada aku dibelakang imam bersolat.’ Maka ditarik lenganku oleh Abu Hurairah (kata al’Ala) dan berkata dia (Abu Hurairah): ‘Bacalah dengannya (yakni, al-Fatihah) wahai orang Farsi pada dirimu (yakni, perlahan sendirian tanpa didengar oleh orang lain). ‘Sesungguhnya (kata Abu Hurairah (r.a) lagi) aku mendengar Rasulallah (s.a.w) bersabda: ‘Telah berfirman Allah (a.w): ‘Membahagi Aku (Allah) [al-Fatihah dalam] solat itu satu bahagian untukKu dan satu bahagian lagi untuk hambaKu apa-apa hambaKu minta (aku kabulkan)’. Bersabda Rasulallah (s.a.w) lagi: ‘Bacalah oleh kamu. Apabila dibaca oleh seseorang (hamba Allah (a.w)) ‘Alhamdu-lillahi-rabbil-‘alamiin’ [Maksud: Segala puji-pujian bagi Allah (a.w) Tuhan seluruh ‘alam], berfirman Allah (a.w) ‘Memuji hambaKu padaKu’; apabila hambaNya baca ‘Ar-Rahmanir-Rahim’ [Maksud: Tuhan yang maha pengasih lagi penyayang], berfirman Allah (a.w) ‘Memuji sekali lagi hambaKu padaKu’; apabila dibaca hambanya ‘Iiya kana’-budu wa-iya kanas-taa’in’ [Maksud: Kepada Engkau (Allah) aku menyembah dan kepada Engkau (Allah) aku meminta pertolongan], berfirman Allah (a.w) ‘Maka adapun ini ayat adalah antara Aku (Allah) dan hamba-hambaKu, dan apa-apa yang diminta oleh hambaKu’; apabila dibaca oleh hambaNya ‘Ikhdinas-syiratal-mustakim @ syiratal-lazina an’amta ‘alaihim ngairil magh-dhubi ‘alaihim walad dhollin’ [Maksud: Tunjukkanlah kepadaku jalan yang lurus, iaitu jalan orang-orang yang Engkau (Allah) kurniakan ni’matMu ke atas mereka, bukanlah (jalan-jalan) orang-orang yang Engkau (Allah) murkai akan mereka (seperti kaum Yahudi) dan (bukan) orang-orang yang sesat (seperti kaum Nesrani)’; maka demikian kalimah bagi hambaKu dan bagi hambaKu, Aku (Allah) perkenankan apa-apa yang dimintanya.’ [Hadith sahih an-Nasa’i]
[Nota: Di dalam hadith ini, kaum Yahudi itu dimurkai oleh Allah (a.w) kerana, antara lain, mereka membunuh beberapa nabi yang diutus Allah (a.w) menyampaikan syariat ugama Allah (a.w) zaman-zaman rasul dan nabi mereka. Kaum Nesrani Allah (a.w) putuskan sebagai kaum yg ‘sesat’ kerana mereka mengatakan bahawa Tuhan itu tiga dan Tuhan itu mempunyai anak dan menyebutkan wujud hakikat ‘trinity of god – Mary, the Holy Gost (Spirit) and Jesus’. Sila ambil ingatan bahawa 'The Bible' yg menjadi kitab rujukan Kristian sekarang ini bukanlah Kitab Injil yg dibawakan oleh Isa (a.s) itu, kerana begitu banyak isi kandungannya telah diubah dan dipinda dan ditambah atau dibuang oleh ulama' Nesrani yg dahulu].
Apakah mesej dalam hadith di atas itu? Kita rumuskan seperti berikut:
1. Abu Hurairah (r.a) menasihatkan al-'Ala apabila menjadi makmum bacalah al-Fatihah supaya kedengaran pada diri sendiri tanpa menguatkan bacaan;
2. Rasulallah (s.a.w) memberitahu bahawa apabila dibaca al-Fatihah dalam solat itu, Allah (a.w) menjawab segala bacaan kita. Tiga ayat pertama adalah kata-kata pujian terhadap Allah (a.w) dan Allah (a.w) sangat menyukainya, manakala tiga ayat kemudiannya adalah permintaan kita kepada Allah (a.w), dan Allah (a.w) membritahu bahawa segala permintaan kita dikabulkan olehNya.
Sehubungan itulah, sebaik-baik perlakuan adalah membaca setiap ayat al-Fatihah itu dengan sempurna tanpa digabungkan dan tanpa dibaca tergesa-gesa. Ingatlah, solat adalah amalan yg utma bagi kita dan ibadah yg pertama serta terdahulu dihisab di akhirat kelak, maka wajar dikerjakan sesempurna yg boleh. Tambahan pula, berapa minitkah masa kita ambil untuk mengerjakan satu solat? Tak lebih dari 5 atau 6 minit sahaja. Mengapakah kita perlu terburu-buru? Walhal, kita menghabiskan masa dengan sia-sia setiap hari berganda-ganda banyak dan kekerapannya pula berbanding dengan masa yg kita tumpukan untuk bersolat?
Mudah-mudahan kita menghayati dengan sepenuhnya ibadah solat itu, tanpa meremehkan atau meringankannya, insya Allah. Amin
Jazakallahu khairah

Saturday, January 8, 2011

Antara Doa Dan Politik

Oleh: Dr. Mohd Asri bin Zainul Abidin



Baru-baru heboh isu seorang tokoh politik telah mendoakan agar keburukan menimpa pemimpin negara. Doa ini adalah tindakan balas bagi isu royalti minyak Kelantan.



Berbagai pandangan dikeluarkan. Biasanya, penyokong parti politik masing-masing akan memberikan pandangan yang berpihak. Kesemua pihak cuba membela tokoh partinya. Itulah salah satu keburukan politik kepartian apabila fanatik menyelimuti diri.



Golongan agama yang berkepentingan pun akan mengambil kesempatan mengampu pihak yang boleh memberi manfaat keduniaan kepada mereka. Maka pandangan dan hukum agama akan diberikan berasaskan kepada keperluan politik, bukan tuntutan nas dan penilaian realiti yang berlaku.

Sedangkan nas syarak itu asas, sedangkan realiti itu dinilai dalam melihat adakah wujud keserasian untuk dipadankan nas tertentu dengan konteksnya yang sesuai.

Maka perkara pertama seorang pengkaji Islam hendaklah memahami apakah dalil-dalil syarak dalam sesuatu perkara.

Kedua, adakah dalil-dalil itu bertepatan dengan realiti atau konteks yang wujud. Umpamanya perkara yang pernah saya sebutkan dahulu tentang hukum menjawab salam bukan muslim. Nabi s.a.w bersabda:

“Sesungguhnya Yahudi apabila memberi salam kepada kamu, sebenarnya dia menyebut: as-samu ‘alaika (maut atau kemusnahan). Maka kamu jawablah wa ‘alaika (ke atas kamu). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Maka ertinya menjawab salam bukan muslim dengan ucapan ‘wa ‘alaika’ itu hanya dalam konteks di mana mereka memberi salam dengan cara dan niat yang jahat, bukan dalam keadaan yang apabila salam diberikan dengan sopan dan hormat.

Ertinya melihat nas dalam realitinya adalah penting bagi seorang sarjana dalam memahami sesuatu hukum. Perbezaan keadaan boleh membawa kepada perbezaan hukum. Namun, dalam menilai hukum ia mestilah bertitik tolak dari dalil-dalil syarak, kemudian memahami dalil-dalil tersebut dalam realitinya yang sebenar.

Saya bukan ingin berbicara tentang doa politik tersebut, tetapi ingin berbalik kepada isu doa keburukan kepada sesama muslim, boleh atau tidak?. Ada yang menjawab sama sekali tidak boleh. Ada pula yang menjawab sama sekali boleh. Mungkin ada yang fanatik parti akan menjawab, doa untuk parti musuh boleh, parti sendiri tak boleh. Itu pun belum lagi kita tanya dia ‘bagaimanakah mengklasifikasi perkataan ‘musuh’ menurut Islam?!

Sebelum kita melihat ke dalam konteks bersaingan politik dan salahguna agama dalam suasana politik yang ada, mungkin seseorang boleh menjadikan soalan itu lebih mudah dihayati dan difahami dengan bertanya; “jika seseorang muslim menzalimi saya, bolehkah saya doakan agar Allah mengambil tindakan atau menghukumnya di dunia?”.

Maka di sinilah memerlukan dalil-dalil syarak dalam menetap asas ini. Kemudian, barulah kita akan lihat konteksnya, iaitu adakah orang yang dikatakan zalim itu memang benar-benar zalim?! Kemudian, adakah setimpal kadar kezaliman itu dengan isi doa yang dilafazkan?!

Dalam hidup kita ini kita mungkin akan menemui manusia yang mengaku muslim tetapi sangat jahat, menginayai dan menzalimi kita. Menipu, menfitnah dan menyiksa kita; boleh atau tidak kita berdoa agar Allah mengambil tindakan kepadanya?

Lebih jelas jika kita kenang wanita yang dirogol, atau diragut sehingga cacat, atau keluarga dibunuh, adakah mereka diizinkan Islam agar berdoakan kepada Allah untuk menurunkan musibah atau balasan dunia kepada orang menzaimi mereka?!

Ungkapan sesetengah tokoh agama bahawa sama sekali tidak boleh doa bala atau keburukan kepada muslim sekalipun zalim adalah kurang teliti dan menafikan nas-nas yang mengizinkan hal ini.

Sementara kenyataan yang menyebut boleh secara mutlak berdoa agar diturunkan bala kepada muslim atau bukan muslim tanpa meneliti kadar yang dikatakan zalim itu, atau musibah yang diminta itu akan menyebabkan doa menjadi permainan lidah dan berlaku kemelampauan dalam berdoa. Namun kita percaya Allah Yang Maha Bijaksana tidak akan menerima doa yang tidak betul atau disalahgunakan.

Dalam hadis-hadis Nabi s.a.w menunjukkan bahawa berdoa agar Allah kenakan tindakan kepada yang patut menerima doa sedemikian rupa adalah diizinkan.

Dalam hadis riwayat al-Imam Muslim menyebut:

Umm Sulaim iaitu Umm Anas memiliki seorang anak yatim perempuan. Suatu hati Nabi s.a.w melihat kepada anak yatim tersebut. Baginda bersabda: “Oh awak, dah besar pun awak. Umur awak takkan membesar lagi”. Anak yatim tersebut kembali kepada Umm Sulaim dan menangis. Umm Sulaim bertanya: “Kenapa wahai anakku?”. Kata gadis itu: “Nabi Allah s.a.w telah mendoakan keburukan ke atasku agar umurku tidak membesar. Maka mulai sekarang umurku tidak akan membesar lagi selama-lamanya. Maka Umm Sulaim pun keluar, tergesa-gesa mengenakan tudungnya sehingga berjumpa Rasulullah s.a.w. Maka Rasulullah s.a.w pun bersabda: “Kenapa wahai Umm Sulaim?”. Kata Umm Sulaim: “Wahai Nabi Allah, adakah engkau telah mendoakan keburukan ke atas anak yatimku?”. Baginda bertanya: “Apadia wahai Umm Sulaim?”. Kata Umm Sulaim: “Anak yatimku mendakwa engkau mendoakan agar umurnya tidak membesar”. Rasulullah s.a.w pun ketawa kemudian bersabda: “Wahai Umm Sulaim! Tidakkah engkau tahu syaratku untuk tuhanku? Aku telah memberikan syarat untuk tuhanku, aku berkata: “Sesungguhnya aku manusia; aku redha seperti mana manusia redha, aku marah seperti mana manusia marah. Justeru, sesiapa sahaja di kalangan umatku yang aku doakan keburukan ke atasnya dengan sesuatu doa, sedangkan dia tidak layak maka Allah akan jadikan untuknya kesembuhan, penyucian dan perkara yang mendekatkannya dengan Allah pada Hari Kiamat nanti”.

Dalam hadis ini, ungkapan Nabi s.a.w yang seakan doa itu telah membimbangkan anak yatim tersebut. Namun, Nabi s.a.w. akur sebagai insan yang bukan malaikat, hal-hal keinsanan itu mungkin berlaku kepada baginda.

Maka baginda meminta agar doa keburukan baginda kepada mereka yang tidak layak bertukar menjadi kebaikan. Dalam ertikata lain, jika layak dengan mereka maka ia akan mengenai orang tersebut. Sikap mulia Nabi s.a.w juga menunjukkan baginda mengakui kesilapan insani itu dan memohon agar ditukar doa baginda kepada kebaikan.

Dalam hadis yang lain Nabi s.a.w menyebut:

“Takutlah kamu doa orang yang dizalimi, sesungguh antaranya dengan Allah tiada sebarang hijab (penghalang)” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat al-Imam Muslim seorang sahabat besar Nabi s.a.w iaitu Sa’id bin Zaid telah berdoa agar Allah mengambil tindakan kepada Arwa binti Aus yang memfitnah beliau mengambil tanahnya dan mengangkat kes itu kepada Gabenor Marwan bin al-Hakam. Sa’id bin Zaid berdoa dengan menyebut: “Ya Allah! Jika dia seorang pendusta maka butakanlah matanya dan bunuhlah dia dalam tanahnya”. Maka Arwa pada akhir hayatnya buta mata dan ketika sedang berjalan terjatuh dalam sebuah lubang dalam tanahnya dan meninggal.

Dalam riwayat al-Bukhari pula menceritakan bahawa ada penduduk Kufah yang mempertikai kepimpinan gabenor mereka Sa’d bin Abi Waqqas sedangkan beliau sahabat Nabi s.a.w yang besar dan pemimpin yang soleh. Khalifah ‘Umar mengambil tindakan menggantikan Sa’d bin Abi Waqqas dengan ‘Ammar bin Yasir. Ketika siasatan sedang dijalankan didapati rakyat memuji kepimpinan Sa’d, kecuali di Masjid Bani ‘Abs seorang yang bernama Usamah bin Qatadah bangun membuat dakwaan seperti berikut: “Sesungguhnya Sa’d tidak menyertai peperangan, tidak membahagi secara saksama dan tidak adil dalam hukuman”. Sa’d menjawab: “Demi Allah aku akan berdoa dengan tiga perkara: “Ya Allah! Jika hambaMu ini (penuduh) seorang pendusta, tampil untuk menunjuk-nunjuk maka panjangkan umurnya, panjangnya kefakirannya dan dedahkan dia kepada fitnah”. Maka lelaki tersebut hidup sehingga umur terlalu lanjut tapi masih mengganggu gadis-gadis di jalanan dan cuba meraba mereka.

Doa-doa di atas jika kita lihat tidaklah terus meminta bala kepada muslim yang dianggap zalim itu, sebaliknya diikat dengan ungkapan “Ya Allah, jika dia ini berdusta maka…” atau mungkin kita sebut “jika dia telah menzalimiku maka..”. Ini kerana kita mungkin tersalah anggap, atau silap tafsiran maka wajarlah berlapik kata dalam hal ini dan serahkan kepada Allah Yang Maha Mengetahui. Penilaian zalim itu sendiri kadang kala dipengaruhi emosi, atau kita juga lupa ada kesalahan kita juga dalam kes yang kita rasa kita dizalimi.

Maka dengan cara menyebutnya berlapik kata, ia lebih santun dan Allah Maha Mengetahui. Manusia boleh membuat berbagai andaian terhadap doa, tetapi Allah Maha Mengetahui doa siapakah yang layak diterima dan siapakah pula yang mencapai ‘darjat zalim’ yang melayakkan doa orang dizalimi itu mustajab lantas menimpanya.

Berhati-hatilah yang berdoa. Juga lebih berhati-hatilah mereka yang ‘kena doa’ yang telah menzalimi orang lain. Di samping kita berdoa, kita pasrah kepada Allah, kita juga memuhasabah diri sendiri

Friday, January 7, 2011

MUSTAJAB DOA....

Allah Tidak Jauh, Doa Sentiasa Mustajab





ANTARA tanda kasih sayang dan rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah Dia tidak mewujudkan sebarang halangan untuk seorang hamba memohon kepada-Nya. Insan diperintahkan berhubung langsung dengan Allah tanpa sebarang ‘broker’ dalam hubungan yang suci itu. Tiada sebarang perantaraan antara Allah dan hamba-hamba-Nya.

Islam menolak segala unsur keberhalaan yang menjadikan makhluk sebagai tuhan jelmaan menggantikan tuhan yang hakiki. Islam menganggap perbuatan memohon kemakbulan doa dari makhluk adalah syirik. Tidak kira siapa pun makhluk itu. Sama ada dia nabi ataupun wali.


Seorang muslim tidak diizinkan pergi ke kubur mereka dan menyeru: wahai fulan tolonglah saya! Atau: Wahai nabi tolonglah tenteramkan jiwa saya! Atau: Wahai wali sembuhkanlah penyakit saya!

Perbuatan itu adalah syirik. Mukmin hanya meminta doa daripada Allah. Firman Allah: (maksudnya)

Dan tiada yang lebih sesat dari orang yang menyeru selain Allah, yang tidak dapat menyahut seruannya sehinggalah ke hari kiamat, sedang mereka (makhluk-makhluk yang mereka sembah itu) tidak dapat menyedari permohonan tersebut. Dan apabila manusia dihimpunkan (untuk dihitung amalan pada hari akhirat), segala yang disembah itu menjadi musuh (kepada orang-orang yang menyembahnya) dan membantah mereka (surah al- Ahqaf: 5-6).

Firman Allah: (maksudnya)

Allah jua yang memasukkan malam kepada siang dan memasukkan siang kepada malam (silih berganti), dan Dia yang memudahkan peredaran matahari dan bulan; tiap-tiap satu dari keduanya beredar untuk suatu masa yang telah ditetapkan. Yang melakukan semuanya itu ialah Allah Tuhan kamu, bagi-Nyalah kuasa pemerintahan; sedangkan mereka yang kamu sembah selain Allah itu tidak mendengar permohonan kamu, dan kalaulah mereka mendengar pun, mereka tidak dapat memperkenankan pemohonan kamu; dan pada hari kiamat pula mereka mengingkari perbuatan syirik kamu. Dan (ingatlah) tiada yang dapat memberi tahu kepadamu (Wahai Muhammad, akan hakikat yang sebenarnya) seperti yang diberikan Allah Yang Maha mendalam pengetahuan-Nya (surah Fatir: 13-14).

Maka perbuatan memohon selain Allah, sama ada menyeru berhala secara terang atau memanggil nama para wali seperti Abdul Qadir al-Jailani atau wali ‘songo’ atau apa sahaja termasuk dalam kerja-kerja syirik yang diharamkan oleh nas- nas al-Quran dan al-sunah.

Nabi s.a.w. begitu menjaga persoalan akidah ini. Daripada Ibn ‘Abbas:

“Bahawa seorang lelaki berkata kepada Nabi s.a.w: “Apa yang Allah dan engkau kehendaki.” Maka baginda bersabda kepadanya: Apakah engkau menjadikanku sekutu Allah, bahkan (katakan): apa yang hanya Allah kehendaki. (Riwayat al-Imam Ahmad dinilai sahih oleh Al-Albani, Silsilah al-Ahadith al-Sahihah, 1/266).

Bandingkanlah ketegasan Nabi ini dengan ajaran sesetengah guru tarekat atau sufi yang mencetuskan segala unsur keajaiban pada diri mereka agar dikagumi oleh pengikutnya. Akhirnya, mereka seakan Tuhan yang disembah, atau wakil Tuhan yang menentukan penerimaan atau penolakan amalan pengikutnya. Bahkan untung rugi nasib masa depan pengikut pun seakan berada di tangan mereka.

Demikian juga, pengikut yang melampau, berlebih-lebihan memuja tokoh agama, akhirnya boleh terjerumus kepada kesyirikan. Terlampau memuja tokoh seperti itulah yang menyebabkan banyak individu dianggap keramat dan suci sehingga dipanggil ‘tok keramat’ lalu mereka seakan dimaksumkan. Kemudian, datang pula orang-orang jahil ke kubur mereka membayar nazar atau meminta hajat mereka ditunaikan. Sehingga apabila saya ke Urumuqi di China, ada satu gua yang kononnya dianggap tempat Ashabul Kahfi yang disebut dalam al-Quran itu.

Ramai yang pergi melakukan kesyirikan dengan meminta hajat di situ. Saya beritahu bahawa dalam dunia ini entah berapa banyak gua yang didakwa kononnya tempat Ashabul Kahfi. Ada di Turki, Jordan dan lain-lain. Semuanya dakwaan tanpa bukti. Sama juga kononnya tempat-tempat sejarah nabi yang didakwa oleh sesetengah pihak. Tiada petunjuk yang dapat memastikan ketulenannya.

Jika pun benar, mereka bukan tuhan untuk seseorang meminta hajat. Inilah yang terjadi kepada Nabi Isa. Dari seorang nabi yang diutuskan, akhirnya manusia menabalkannya menjadi anak Tuhan. Meminta hajat daripada orang-orang agama atau soleh setelah mereka mati adalah syirik. Islam tidak kenal perkara seperti itu. Islam tulen bebas dari segala unsur kebodohan tidak bertebing itu.

Ada yang cuba membela dengan menyatakan: bukan apa, mereka ini ialah orang yang dekat dengan Allah, kita ini jauh. Maka kita gunakan perantaraan mereka. Macam kita hendak dekat dengan menteri atau raja. Saya kata kepada mereka: Adakah awak menganggap Allah itu sama dengan tabiat raja atau menteri awak? Dakwaan inilah yang disanggah oleh al-Quran sekeras-kerasnya.

Firman Allah: (maksudnya)

Ingatlah! Hanya untuk Allah agama yang bersih (dari segala rupa syirik). Dan orang-orang musyrik yang mengambil selain dari Allah untuk menjadi pelindung itu berkata: “Kami tidak menyembah mereka (tuhan-tuhan palsu) melainkan untuk mendekatkan kami kepada Allah sehampir-hampirnya”. Sesungguhnya Allah akan menghukum antara mereka tentang apa yang mereka berselisihan padanya. Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayah petunjuk kepada orang-orang yang tetap berdusta (mengatakan yang bukan- bukan), lagi sentiasa kufur (dengan melakukan syirik) (al-Zumar:3).

Setelah Allah menceritakan tentang bulan Ramadan dan kewajiban puasa, Allah terus menyebut kemustajaban doa. Ia menunjukkan adanya kaitan yang kuat antara puasa Ramadan dan janji Allah untuk memustajabkan doa hamba-hamba-Nya. Allah berfirman (maksudnya):

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu mengenai Aku maka (beritahu kepada mereka): Sesungguhnya Aku (Allah) sentiasa hampir (kepada mereka); Aku perkenankan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka menyahut seruan-Ku (dengan mematuhi perintah-Ku), dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku supaya mereka mendapat petunjuk (surah al-Baqarah: 186).

Demikian, Allah itu sentiasa hampir dengan kita, mendengar dan memperkenankan doa kita. Sesiapapun boleh sampai kepada-Nya. Tiada pengawal atau orang tengah yang menghalang seorang hamba untuk merintih dan merayu kepada Tuhannya. Siapapun hamba itu. Apa pun bangsanya dan apa pun bahasa doanya. Apa pun sejarah buruk dan baiknya. Tuhan sentiasa sudi mendengar lalu memustajabkan pemohonan mereka dengan cara yang dikehendaki-Nya. Bertambah banyak hajat dan permohonan seorang hamba, bertambah kasih dan dekat Allah kepadanya.

Amat berbeza dengan tabiat makhluk yang lemah ini. Walau bagaimana baik pun seseorang dengan kita, namun jika kita terlalu meminta, perasaan jemu dan bosan akan timbul dalam jiwanya. Allah Maha Suci dari demikian. Dia menyuruh kita berdoa dan membanyakkan doa. Ini kerana doa adalah lambang kehambaan diri kepada zat yang Maha Agung. Firman Allah (maksudnya):

Dan Tuhan kamu berfirman: Berdoalah kamu kepada-Ku nescaya Aku perkenankan doa permohonan kamu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong takbur daripada beribadat (berdoa kepada-Ku) akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina (surah Ghafir: 60).

Seseorang kadangkala tidak perasan bahawa apabila dia berdoa kepada Allah sebenarnya dia sedang melakukan ibadah yang besar. Walaupun pada zahirnya kelihatan dia sedang memohon untuk kepentingan diri sendiri, namun hakikatnya dia sedang membuktikan keikhlasan tauhidnya kepada Allah dan ketundukan kepada Tuhan Yang Sebenar. Maka dengan itu Nabi menyatakan: Doa itu adalah ibadah. (Riwayat Abu Daud dan al- Tirmizi, sahih). Jika sepanjang malam seorang hamba berdoa kepada Allah, bererti sepanjang malam dia melakukan ibadah yang besar.

Doa sentiasa diterima oleh Allah. Jika ada yang kelihatan tidak diterima, mungkin ada beberapa faktor yang mengganggu. Mungkin pemohonan itu tidak membawa kebaikan jika dimustajabkan. Allah Maha Mengetahui. Seperti hasrat kita ingin mengahwini seseorang yang kita suka, lalu kita berdoa agar Allah menjadikan dia pasangan kita. Allah lebih mengetahui jika itu tidak baik untuk kita lalu Allah memilih untuk kita pasangan yang lain. Atau Allah memustajabkan doa orang lain yang lebih dikehendaki-Nya. Atau Allah memustajabkan doa calon berkenaan yang inginkan orang lain. Segalanya mungkin.

Namun doa tidak sia-sia. Pahala tetap diberikan, kebaikan yang lain pula akan diganti di dunia dan di akhirat. Sabda Nabi:

Tiada seorang muslim yang berdoa dengan suatu doa yang tiada dalamnya dosa, atau memutuskan silaturahim melainkan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga perkara: sama ada disegerakan kemakbulan atau disimpan untuk diberikan pada hari akhirat, ataupun dijauhkan keburukan yang sepandan dengannya. (Riwayat Ahmad, al-Bazzar dan Abu Ya‘la dengan sanad yang sahih).

Maka, ada doa kita kepada Allah diterima olehnya di dunia. Ada yang tidak diberi disebabkan hikmat yang Allah lebih mengetahuinya, lalu disimpan doa itu di sisi-Nya untuk diberikan pada hari akhirat dengan yang lebih baik dan lebih utama untuk kita. Atau doa itu ditukar dengan kebaikan-kebaikan yang lain seperti diselamatkan kita dari pelbagai bahaya yang sebahagian besarnya tidak pernah diduga.

Betapa banyak keberbahayaan yang menimpa orang lain, tetapi kita diselamatkan oleh Allah. Tidak juga kerana permohonan kita dalam perkara tersebut atau kebijaksanaan kita, namun barangkali doa kita dalam perkara yang lain, lalu diberikan gantian keselamatan untuk kita dalam perkara yang tidak diduga.

Kadangkala Dia tidak memberikan kepada kita sesuatu permohonan disebabkan rahmat-Nya kepada kita. Barangkali ingin menyelamatkan kita. Dia Maha Mengetahui, jika diberikan, mungkin kita hanyut atau menempuh sesuatu yang merugikan kehidupan di dunia atau akhirat. Kita pun demikian.

Bukan bererti apabila seorang bapa tidak tunaikan kehendak anaknya tanda kebencian terhadapnya. Bahkan sebahagian besarnya kerana kasih sayang dek bimbang jika diberikan akan mendatangkan kemudaratan. Maha Suci Allah untuk dibandingkan dengan kita semua, namun yang pasti rahmat-Nya sentiasa melimpah. Jika Dia menangguhkan doa kita, tentu ada hikmah-Nya.

Di samping itu hendaklah kita faham, doa itu bermaksud permohonan. Seorang yang berdoa mestilah bersungguh-sungguh dalam doanya. Maka tidaklah dinamakan berdoa jika tidak faham apa yang kita doa. Sebab itu saya amat hairan dengan sesetengah orang yang berdoa tanpa memahami maksud. Sesetengah mereka menghafal teks Arab kerana hendak menjadi ‘tekong’ doa dalam pelbagai majlis.

Malangnya, ada yang tidak faham apa yang dibaca dan yang mengaminkan pun sama. Ada orang merungut, kata mereka, umat Arab di Masjidilharam dan Masjid Nabawi tidak baca doa selepas solat beramai-ramai. Itu menunjukkan mereka tidak kuat pegangan Islam mereka. Saya katakan: Islam tidak diturun di kampung halaman kita, ia diturunkan di Mekah dan Madinah. Mereka melakukan apa yang menjadi amalan Rasulullah. Lagipun seseorang yang bersolat disuruh berdoa ketika dalam solat dan berwirid selepasnya.

Dalam hadis, kita diajar agar berdoa ketika sujud dan selepas membaca tasyahud sebelum salam. Di situlah antara waktu mustajabnya doa. Sabda Nabi:

Paling dekat hamba dengan tuhannya adalah ketika sujud, maka banyakkan doa ketika sujud. (Riwayat Muslim).

Nabi memberitahu tentang doa selepas tasyahud sebelum memberi salam dalam solat:

Berdoalah pasti mustajab, mintalah pasti akan diberikan. (Riwayat al-Nasai, sanadnya sahih).

Bukan bererti orang yang kita tengok tidak mengangkat tangan berdoa kuat beramai-ramai selepas solat itu tidak berdoa. Kita yang barangkali kurang faham sedangkan mungkin mereka berdoa dalam solat melebihi kita. Jika seseorang berdoa selepas memberi salam, tentulah dalam banyak hal, hajat makmum dan imam tidak sama. Maka jangan marah jika kita lihat orang berdoa bersendirian.

Nasihatilah mereka yang membaca doa tanpa faham maksudnya, atau mengaminkan tanpa mengetahui isinya. Lebih menyedihkan, kadangkala doa dibaca dengan nada dan irama yang tidak menggambarkan seorang hamba yang sedang merintih memohon kepada Allah. Sebahagian nada itu, jika seseorang bercakap kepada kita dengan menggunakannya pun kita akan pertikaikan. Layakkah nada seperti itu sebagai doa kepada Allah yang Maha Agung?

Benarlah sabda Rasulullah:

Berdoalah kamu kepada Allah Taala dalam keadaan kamu yakin akan dimustajabkan. Ketahuilah sesungguhnya Allah tidak menerima doa dari hati yang lalai dan alpa. (Riwayat al-Tirmizi, disahihkan oleh al-Albani).

Pelajari kita nas-nas agama tentang doa kerana ianya amat penting bagi kehidupan dunia dan akhirat kita